Menyoal Stigma “Rakus” kepada PDI Perjuangan Sumenep – Jejak

logo

Menyoal Stigma “Rakus” kepada PDI Perjuangan Sumenep
Oleh : Ahzam Habas

Sabtu, 5 Agustus 2023 - 17:52 WIB

1 tahun yang lalu

Logo PDI Perjuangan (Foto/istimewa)

Perkembangan politik pilkada di Sumenep mendapat sorotan dari seorang penulis yang konon juga seorang jurnalis salah satu media televisi nasional.

Salah satu hal yang disoroti adalah “gaya politik PDI Perjuangan Sumenep (yang dinilai) menunjukkan gelagat rakus”.

Istilah “rakus” menurut KBBI berarti ingin memperoleh lebih banyak dari yang diperlukan; loba; tamak; serakah.

Penggunaan istilah rakus dalam konteks ini mempunyai makna negatif, sebagai perilaku yang tidak patut dilakukan dan kemudian diasosiasikan pada gaya politik PDI Perjuangan Sumenep.

Walaupun dari paparan argumentasi yang dipakai untuk mendukung stigma rakus itu patut diragukan kesahihannya. Bahkan, boleh dibilang gegabah dan terlalu prematur karena hal-hal sebagai berikut :

Pertama, jika PDIP Sumenep dituding sebagai pihak yang menarasikan figur AKD (asosiasi kepala desa) layak maju di pilkada 2024, maka perlu segera diklarifikasi, adakah pernyataan resmi dari petinggi PDIP Sumenep yang mengendorse calon tertentu dari AKD? baik via surat atau pun pernyataan di media massa?

Mengapa ini penting diklarifikasi? karena penulis opini tersebut telah mencatut nama PDI Perjuangan Sumenep sebagai pihak yang menarasikan kelayakan figur dari AKD sebagai calon. Padahal, sampai detik ini tak ada pernyataan resmi dari petinggi PDI Perjuangan Sumenep.

Yang mencuat kepermukaan justru upaya salah satu media lokal (yang dulu dikenal partisan pada partai tertentu diluar PDIP) yang menggiring opini salah satu figur AKD layak sebagai calon. Padahal (sejauh pengamatan saya) media tersebut tak nyambung dengan orang-orang PDIP dan juga bukan media resmi PDIP.

Kedua, penulis opini menjadikan situasi partai di luar PDIP (yang hingga kini disebutnya mlempem dan terkesan adem ayem karena tak kunjung memunculkan rival bagi calon Bupati dari PDIP) sebagai dasar untuk memberikan stigma rakus pada PDIP Sumenep.

Pandangan tersebut lucu, kalau tak mau disebut fallacy atau misleading. Sebab, kemunculan rival bagi calon Bupati dari PDIP itu urusan partai yang bersangkutan, bukan urusan PDIP atau tak bisa diatur PDIP. Tapi asumsi sesat ini yang kemudian dipaksakan sebagai dasar untuk menyebut PDIP Sumenep punya gelagat rakus.

Ketiga, situasi politik di DPRD Sumenep disebut sedang mati kutu. Bahkan, DPRD distigma sekadar melakukan pencitraan tanpa keberanian untuk mengamputasi kebijakan Bupati.

Selain provokatif, asumsi tersebut juga mencerminkan kondisi keterbatasan pengetahuan akan kedudukan kepala daerah dan DPRD yang setara. Bahwa setiap produk hukum dan kebijakan daerah itu harus dengan persetujuan bersama. Tak bisa DPRD memaksakan kehendak dan begitu juga sebaliknya. Masih ada Gubernur dan Kementerian Dalam Negeri sebagai “wacth dog” atas setiap kebijakan daerah.

Mark Twain, novelis asal amerika pernah menulis : memberikan kritik itu petanda bekerjanya pikiran. Tetapi jangan memaksakan sesuatu asumsi ataupun stigma tertentu tanpa dukungan data-data akurat. Karena itu sama dengan memperkosa realitas dan ini bukan karakter intelektual sejati.


Baca Lainnya