JEJAK.CO – Pilkada 2020 adalah titik balik tempat para jelata yang berharap perubahan nasib rakyat. Oleh karena itu, di momen pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep ini, penting bagi semua pihak untuk menjaga kualitas demokrasi yang menjadi tanggung jawab bersama.
Hal itu disampaikan politisi muda PDI Perjuangan Darul Hasyim Fath. Ia berbicara demokrasi di tengah menghangatnya Pilkada Sumenep yang akan dihelat 23 September 2020.
Politisi yang saat ini menjabat Ketua Komisi I DPRD Sumenep ini mengajak semua elemen, terutama pegiat demokrasi untuk mengisi ruang publik tentang advokasi rakyat jelata yang selama ini terbaikan, agar proses demokrasi pada Pilkada tidak hanya sekadar menjadi rutinitas politik untuk merebut kekuasaan.
“Ruang publik yang selama ini diisi oleh kebisingan pertarungan kekuasaan semata geser menjadi debat publik tentang advokasi para jelata yang terabaikan,” ujarnya, Jumat (3/1/2020).
Jika momen Pilkada hanya diisi diskusi masalah perebutan kekuasaan sematan, maka para entitas civil society, para pegiat demokrasi ekstra parlementer akan menjadi volunter politik, ” kalau tidak hati-hati, pada rezim baru berganti mereka akan menjadi pelantik politik yang berbicara atas nama rakyat tapi sejatinya tercerabut dari akar budaya kerakyatan,” kata Darul, sapaan akrabnya.
“Nah itu Kenaifan demokrasi yang tidak termaafkan,” imbuhnya.
Hari ini, semua orang terutama kader partai sedang berada pada posisi mencari kontestan yang memadai. Namun disisi lain, belum terlihat ada debat atau diskusi tentang isu subtantif dalam berdemokrasi.
“Siapa diantara kontestan di luar petahana yang pernah punya record membela isu-isu publik yang utama seperti good governance. Siapa kontestan yang punya record yang jelas posisinya di urusan sengketa petani garam, misalnya. Kita belum pernah lihat,” paparnya
Yang sering muncul di permukaan, lanjutnya, kontestan yang mempromosikan dirinya dan tiba-tiba suka dengan isu-isu kepulauan.
“Dua dasawarsa terakhir, tampil di arena politik, ada yang terpilih menjadi tokoh terpopuler, apa peduli dia dengan kepulauan? ketika masyarakat kepulauan terlantar siapa yang urus mereka,” ungakpanya.
Daripada sibuk mempromosikan calon, sebaiknya resolusi politik 2020 ini diisi dengan narasi yang menjelaskan pembelaan kepada rakyat jelata yang marginal, bukan hanya soal merebut kekuasaan.
Meskipun pada akhirnya Pilkada merupakan perebutan dari kekuasaan. Tapi kekuasaan itu direbut karena dalam kekuasaan ada berkah yang harus diamankan supaya sampai ke tangan para jelata dengan utuh dan terang dan menjadi harapan baru bagi semua pihak.
“Jangan sampai pilkada ini hanya menjadi kabar baik bagi beberapa pihak, bagi kalangan dan golongan tertentu. Karena pilkada adalah tempat paling halal berharapnya para duafa mengubah nasibnya,” harapnya.
Penulis : Ahmad Ainol Horri