Jejak.co – Pasca keluarnya rekomendasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kepada pasangan Fattah Jasin (FJ) dan KH Muhammad ‘Ali Fikri, diprerdiksi bahwa pasangan calon akan berhadapan secara head to head di Pilkada Sumenep 2020.
Pasangan Achmad Fauzi – Hj Dewi Khalifah akan berhadapan dengan Fattah Jasin – KH Muhammad ‘Ali Fikri. Perhelatan Pilkada Sumenep tahun ini tentu akan berlangsung ketat, karena kadua pasangan calon sama-sama memiliki kekuatan politik.
Jika melihat dua pasangam calon dalam Pilkada Sumenep ini, siapa yang lebih kuat?
Memprediksi kekuatan calon dalam pilkada memang tidak mudah, perlu analisis yang tajam. Kekuatan itu tidak hanya karena aspek popularitas dan elektabilitas namun yang paling penting adalah strategi pemenangan. Dan ini masih tersembunyi untuk kedua calon.
“Kita bisa melihat dua kali pilkada di Jakarta, popularitas dan elektabilitas Foke-Nara tidak berkutik melawan strategi Jokowi-Ahok. Sebaliknya, kuatan Ahok-Jarot ditinggal jauh oleh strategi politiknya Anis-Sandi. Jadi penentu utama kemenangan tentang kecakapan tim merumuskan strategi pemenangan,” kata Ernawi Sya’bi pada Jejak.co, Sabtu (4/7/2020)
Pemerhati politik dari grass root ini menilai, jika hanya melihat popularitas dan elektabilitas dalam Pilkada Sumenep 2020 maka tentu yang paling kuat pasangan calon Fauzi-Eva. “Nah, kita bisa menakar kekuatan dalam peluang strategi,” ujarnya.
Pasangan Fauzi-Eva, menurutnya sudah cakap dalam politik Sumenep. Massa Nyai Eva sudah teruji kekuatan dan kesolidannya pada Pilkada Sumenep 2010 dan 2015.
Pilkada Sumenep 2010, Nyai Eva disandingkan dengan orang baru, Asasi Hasan dan Zainal Abidin pada Pilkada 2015, tapi suaranya hampir seimbang, kekalahannya sekitar 5 persen.
“Apalagi 2020 akan bersanding dengan Fauzi sebagai incumbent (Wakil Bupati Sumenep 2015-2020), tentu kekuatannya semakin dahsyat,” ungkapnya saat menganalisis kekuatan pasangan calon yang diusung PDI Perjuangan ini.
Fauzi lebih sigap dan awal menggandeng Nyai Eva karena sudah tahu kekuatannya. Kekuatan tokoh dari Pondok Pesantren Aqida Usymuni Tarate, Sumenep ini solid di Muslimat dan nahdliyin.
Demikian pula pada aspek modal dan ongkos politik, Fauzi yang didukung oleh Said Abdullah dan PDI Perjuangan selalu diunggulkan. Dua kali juga memenangi pilkada.
“Tapi lagi-lagi bukan berarti ini jalan mulus untuk Fauzi-Eva. Pasangan FJ-Kiai Fikri tentu sudah memperhitungkan kekuatan dan kematang politik Fauzi-Eva. Alotnya dan lambatnya rekomendasi FJ-Kiai Fikri tentu karena pertimbangan kalkulasi politik yang dalam, karena dari awal lawannya sudah jelas,” tutur pria yang suka tanaman bonsai ini.
Ia kemudian berbicara soal peluang dan kekuatan strategi pasangan FJ-Kiai Fikri. Ernawi menimbang bahwa kekuatan pasangan FJ-Kiai Fikri dapat dilihat dari beberapa faktor. Di antaranya, bersatunya dua partai nahdliyin PKB-PPP. Peristiwa ini belum pernah terjadi selama pilkada langsung di Sumenep. Kedua partai ini bisa menarik rapat kekuatan elit kiai, baik kiai yang berposisi sebagai politisi, panutan maupun mediator.
Kekuatan sekaligus peluang lain yang ada pada pasangan FJ-Kiai Fikri dipengaruhi partai pendukung lawannya yang hingga saat ini hanya didukung oleh PDI Perjuangan-PAN yang notabene tidak memiliki elit kiai di internalnya. Sementara FJ-Kiai Fikri didukung partai pemenang sekaligus PPP.
Sebagai tokoh baru dalam politik lokal Sumenep, FJ-Kiai Fikri akan memberikan daya tarik bagi kalangan menengah untuk lebih diuji kepemimpinannya, tinggal bagaimana pasangan ini memaikan strateginya. Masyarakat menengah sudah bisa membaca pola kepemimpinan Fauzi-Eva dan masa depan pemerintahan di bawah kekuasaannya.
“Sedangkan untuk FJ-Kiai Fikri akan memberikan daya tarik baru,” paparnya.
Di sisi lain, poros Kiai Fikri (alumni Pondok Pesantren Annuqayah) menyeber ke segala penjuru Sumenep, latar belakangnya juga bermacam-macam, dan secara politik ia bercerai berai karena sejak pilkada langsung belum ada calon dari Annuqayah.
“Nah, kesatuan politik ini akan terjadi karena munculnya Kiai Fikri sebagai colon. Saya meyakini alumni Annuqayah sudah mulain gret-getan untuk menguji ketangguhan politiknya memenangkan calon yang berangkat dari Annuqayah.
FJ-Kiai Fikri sebagai kolaborasi tokoh yang tidak terlalu politis. FJ berlatar birokrat dan Kiai Fikri sebagai ulama muda yang visioner. “Tentu ini berdampak pada perhatian publik di saat publik mulai banyak jenuh pada politisi-politisi murni,” pungkasnya.
Penulis : R Zidani
Editor : Ahmad Ainol Horri