JEJAK.CO-Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Sumenep tahun 2020 diwarnai perdebatan antara siapa yang akan terlibat dalam pembahasan.
Molornya pembahasan APBD ini mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Seharusnya DPRD itu berdebat persoalan postur APBD yang diajukan oleh eksekutif. Apakah pro rakyat atau tidak.
“Biasanya, APBD hingga beberapa tahun terakhir ini masih lebih berorientasi pada penyelenggaraan pemerintahan, bukan pembangunan yang berkaitan langsung pada ekonomi masyarakat,” kata Ajimuddin.
Pria yang aktif mengawal kebijakan publik ini menilai, mestinya
anggota DPRD Sumenep yang baru lebih menekan eksekutif untuk mengurangi belanja pegawai dan belanja rutin lain yang akumulasinya lebih dari separuh APBD yang ada.
“Andai kata kita punya cita-cita yang sama untuk penguatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat maka anggaran untuk pembangunan ditingkatkan lagi, infrastruktur digenjot sehingga sirkulasi perekonomian rakyat terus bergerak meningkat,” paparnya.
Bilamana anggota DPRD belum ada kesepemahaman hingga terjadi penundaan hanya karena soal siapa yang akan ikut membahas RAPBD, cukup Banggar atau melibatkan Komisi, alumnus UIN Sunan Kalijaga itu sangat menyayangkan.
“Ini sungguh tidak menarik dan bisa saja multi-tafsir. Tetapi mudah-mudahan para wakil rakyat kita ini ke depan bisa lebih fokus sebagai penyambung lidah rakyat,” lanjutnya.
Aji, sapaan akrabnya, menyarankan agar Ketua DPRD Sumenep kembali ke regulasi dalam pembahasan APBD 2020. “Jika benar pangkal sengketa sekedar pelibatan komisi atau tidak, mestinya saudara ketua dewan mengajak anggotanya untuk kembali pada regulasi yang berlaku. Yaitu PP No 12 Tahun 2019 dan Permendagri No 33 Tahun 2019 yang mengatur pola pembahasan RAPBD 2020. InsyaAllah selesai,” pungkas Aji.
Penulis : Ahmad Ainol Horri