Jejak.co, Jakarta- Peneliti Formappi Lucius Karus menyatakan citra korupsi masih akan melekat pada anggota DPR periode 2019-2024. Menurutnya, hal itu terjadi karena banyak caleg yang tertutup terhadap para pemilih di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
“Budaya ketertutupan (caleg) ini dekat sekali dengan korupsi. Penyakit yang sampai saat ini belum diusir tuntas dari DPR. Salah satu pemicu korupsi itu adalah ketertutupan DPR,” ujar Lucius dalam diskusi ‘Menakar Kualitas Parlemen 2019’ di Kantor Populi Center, Jakarta, Kamis (8/11).
Lucius membeberkan banyak caleg yang mendaftar ke KPU tidak mengingikan profilnya dipublikasikan.
Berdasarkan data Formappi, ia berkata hanya 4.460 caleg yang bersedia dipublikasikan profilnya saat masih berstatus Daftar Calon Sementara. Sementara, sebanyak 3.531 caleg menolak hal tersebut.
“Kemudian, sebanyak 2.074 di antaranya yang dengan jelas menyatakan tidak mau mempublikasikan profil dirinya,” ujarnya.
Dari jumlah yang menolak, ia berkata, Demokrat paling mendominasi. Ia menyebut seluruh caleg Demokrat berjumlah 575 caleg menolak dipublikasikan profilnya.
Lebih lanjut, Lucius mengatakan perilaku tertutup itu merupakan hal yang aneh. Padahal, ia menyebut keterbukaan informasi para caleg diperlukan oleh pemilih untuk menentukan pilihannya.
“Caleg-caleg ini ikut pemilu dengan tujuan supaya bisa terpilih. Mereka menyodorkan dirinya ke pemilih dengan harapan publik bisa memilih dia. tapi apa yang kemudian jadi acuan pemilih kalau calegnya sendiri tertutup kepada pemilih,” ujarnya.
Terkait penolakan publikasi profil itu, Lucius menduga disebabkan dua hal. Pertama, ia menilai para caleg tidak berniat untuk terpilih sebagai anggota DPR.
Kedua, ia menduga hal tersebut merupakan kebijakan partai. Ia menyebut partai berusaha menutupi keburukan kadernya agar tidak menjadi tolak ukur bagi pemilih.
“Jadi ini bukan inisiatif caleg semata, tapi bisa jadi kebijakan partai,” ujar Lucius.
Sementara politikus Ruhut Sitompul mengatakan pemilih saat ini lebih memprioritaskan kepribadian calon saat menentukan pilihan. Sehingga, para caleg harus memiliki rekam jejak yang bersih saat mencalonkan diri.
Ia berkata para caleg juga harus mampu menahan godaan korupsi. Hal itu penting agar tidak terjerat oleh KPK.
“Kalau tidak kuat imannya, jangan coba-coba masuk ke DPR,” ujar Ruhut.
Ruhut menambahkan para anggota legislatif seringkali tidak mengerti ketika duduk di parlemen. Mantan anggota DPR Fraksi Demokrat ini berkata anggota legislatif harus mengawal kepentingan rakyat meski terpilih atas dukungan partai.
“Mereka lupa manakala sudah terpilih sebagai wakil rakyat, mereka bukan wakil partai lagi,” ujarnya.
Peneliti Populi Center Afrimadona mengatakan parlemen di Indonesia harus meniru parlemen di Amerika Serikat yang sudah terorganisir dengan baik. Ia berkata partai di parlemen Amerika merepresentasikan ideologinya dengan jelas sehingga masyarakat bisa memilih tanpa mengenal calon.
Representasi ideologi partai itu, secara langsung juga mempengaruhi anggota parlemen Amerika dalam membuat kebijakan.
“Saya tidak tahu apakah kita bisa meniru itu atau tidak. Kalau kita meniru pun, apakah kapasitas partai kita cukup,” ujar Afrimadona.
Lebih dari itu, ia berharap ada reformasi di internal partai guna memberbaiki parlemen ke depan. Edukasi bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya pada janji juga diperlukan dalam politik di Indonesia. (sumber: cnnindonesia.com)