Tidak Hanya Rendah, APBD Sumenep Sebesar Rp 100 M Tak Terlaksana Tahun Ini – Jejak

logo

Tidak Hanya Rendah, APBD Sumenep Sebesar Rp 100 M Tak Terlaksana Tahun Ini

Jumat, 22 November 2019 - 14:49 WIB

5 tahun yang lalu

Sekretaris Daerah Pemkab Sumenep, Edy Rasiyadi (Foto/Mazdon)

JEJAK.CO-Serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumenep tidak hanya rendah. Tetapi ada sejumlah proyek yang total anggarannya sekitar RP 100 miliar dipastikan tidak terealisasi tahun ini. Anggaran tersebut akan menjadi silpa untuk dimasukkan pada APBD 2020.

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep Edy Rasiyadi menyebutkan, APBD 2019 yang dipastikan tidak akan terlaksana tahun ini sekitar Rp 100 miliar. Ia menyebutkan, proyek yang tidak terlaksana, diantaranya adalah pembangunan kantor DPRD Sumenep dengan anggaran sekitar Rp 43 miliar.

Proyek pembangunan kantor DPRD Sumenep tidak bisa terlaksana tahun ini karena perencanaannya tidak selesai, “seharusnya perencanaannya selesai, karena anggaran Rp 43 miliar itu untuk konstruksi,” terang Edy Rasiyadi saat ditemui di kantornya, Jumat (22/11/2019).

Selain kantor dewan, pembangunan rumah sakit di Kecamatan Arjasa Kepulaun Kangean juga tidak selesai tahun ini. Faktornya sama, yakni dinas teknis tidak bisa menyelesaikan perencanaan proyek rumah sakit yang sudah dipersiapkan sejak beberapa tahun itu.

Pembangunan Kali Patrean yang sedianya untuk menanggulangi banjir yang sering terjadi di Kota Keris ini juga tidak bisa terselesaikan tahun ini. Proyek tersebut dikerjakan sejak 2018 kemudian dilanjutkan tahun ini, dan kembali tak tuntas. Edy, begitu dipanggil, mengatakan, kepala dinas terkait berprinsip bahwa yang penting tidak menimbulkan banjir meski belum selesai tahun ini, “ toh pemasangan pompa fungsinya untuk banjir,” paparnya lebih lanjut.

Edy mengakui bahwa serapan APBD 2019 rendah. Hingga Oktober lalu, serapan APBD 2019 baru 40 persen. Rendahnya serapan itu, kata Edy, karena adanya regulasi baru yang mengharuskan semua proyek harus masuk layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).

Menyikapi rendahnya serapan APBD 2019, pengamat politik dan kebijakan Wilda Rasaili mengatakan, semua itu merupakan bentuk lemahnya kinerja eksekutif dan legislatif. Apalagi program kegiatan selalu dilaksanakan di akhir tahun.

Baginya, rendahnya serapan anggaran tidak bisa hanya mengkritik eksekutif tetapi juga legislatif. Sebab, anggaran selalu dikerjakan di akhir tahun atau, serapan APBD rendah akibat lemahnya pengawasan dari legislatif terhadap kinerja organisasi perangkat daerah (OPD).

“Ada teori implementasi Marume yang mendukung pada serapan APBD ini bahwa untuk memaksimalkan implementasi APBD perlu ada integrasi aktor antara eksekutif dan legislatif. Artinya, ada keanehan apabila implementasi APBD tidak terintegrasi dengan peran pengawasan yang maksimal dari DPRD,” ujar dosen Universitas Wiraraja Sumenep itu.

Sebelumnya, Ketua DPRD Sumenep Abdul Hamid Ali Munir melimpahkan persoalan ini ke pihak eksekutif, dalam hal ini Sekda Sumenep saat ditanya soal serapan anggaran yang lemah dan selalu dikerjakan di penghujung tahun. Hanya saja, ia mengatakan bahwa rendahnya serapan anggaran akan merugikan masyarakat.

“Ya jangan ke saya. Kan eksekutornya itu pemerintah daerah. Sebagai pelaksananya kan di sana, eksekutif. Jadi, itu tanya ke Sekda. Kami sebagai anggota DPRD seringkali selalu menjadi pembicaraan, kenapa selalu di akhir anggaran APBD. Kenapa serapan anggaran tidak sejak dari awal. Ini menjadi saran kita sejak pembahasan di DPRD,” kata Hamid, akrab disapa, saat ditanya kenapa serapan anggaran rendah.

Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri


Baca Lainnya