JEJAK.CO, Sumenep – Anggota Banggar DPRD Sumenep dari Fraksi Gerindra Holik mempertanyakan belanja perlindungan sosial sebesar Rp 6 miliar yang diambil dari DAU sebanyak 2 persen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022, pemerintah daerah wajib menganggarkan perlindungan sosial.
Holik mengatakan, berdasarkan penjelasan timgar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep mengalokasikan anggaran Rp6 miliar itu untuk subsidi transportasi laut sebesar Rp1 miliar dan bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp1,5 miliar.
Sedangkan sisanya, lanjut Holik, pemerintah mengalokasikan untuk program padat karya sebesar Rp3,5 miliar.
Dana yang dialokasikan untuk padat karya membuat Holik tanda tanya. Apa alasan pemerintah daerah mengalokasikan dana sebesar itu untuk padat karya.
“Padahal 2 persen dari DAU itu tujuannya untuk menekan terjadinya inflasi di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),” kata Holik usai mengikuti rapat Timgar bersama Banggar tentang KUA PPAS Perubahan APBD, Selasa (13/9/2022).
Mantan aktivis HMI itu kemudian mempertanyakan dampak program padat karya terhadap inflasi. Padahal yang terdampak langsung dari kenaikan BBM adalah masyarakat bawah, yakni petani, nelayan dan para buruh.
Oleh sebab itu, politisi asal Dapil 2 itu mendesak pemerintah agar dana sebesar Rp3,5 miliar yang rencananya dialokasikan untuk padat karya diperuntukkan untuk petani.
Holik beralasan lebih tepat diperuntukkan untuk petani daripada program padat karya karena mayoritas masyarakat Sumenep adalah petani.
Saat ini petani menjerit akibat kenaikan BBM. Mereka butuh BBM tidak hanya untuk kebutuhan trasportasi tapi juga untuk alat-alat pertanian. “Misal mereka butuh hand traktor untuk menggarap sawahnya, apa pemerintah mau petani tidak menggarap sawahnya gara-gara BBM naik,” ujar Holik
Daripada dibuat program padat karya yang dampaknya tidak jelas, lebih baik dana yang diperuntukkan untuk padat karya diubah menjadi BLT untuk petani.
“Adakah yang lebih terdampak dari kenaikan harga BBM selain petani? Yang kita lihat saja, apa pemerintah kita proporsional dan dan pro petani atau tidak,” tandas Holik.
Sementara itu, Kepala Bappeda Yayak Nurwahyudi saat dikonfirmasi soal alasan program padat karya dari sebagian 2 persen DAU belum memberikan penjelasan. (REI)