JEJAK.CO – Destinasi wisata religi Asta Katandur yang berlokasi di Desa Pamolokan, Kecamatan Kota, Sumenep, Madura tidak pernah sepi pengunjung, baik siang maupun malam.
Pengunjung yang datang ke makam Sayyid Ahmad Baidhawi itu tidak hanya dari warga Sumenep, tapi juga dari golongan pejabat dan dari luar kota.
Farid (37), warga asal Braji Kecamatan Gapura, Sumenep yang mengaku tiap hari selalu meluangkan waktunya untuk ke Asta Katandur menceritakan, juru kunci Asta Katandur adalah Habib Sholeh As-Segaf.
“Beliau tuna wicara. Beliaulah yang menggantikan juru kunci sebelumnya, Habib Jakfar,” terang Farid sambil menjelaskan isi buku pengunjung, mewakili sang juru kunci.
Berdasarkan data yang tercatat dalam buku tamu Asta Katandur, mereka yang dari luar kota, mayoritas dari Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Besuki, Banyuwangi, Jember, Pasuruan, dan kabupaten lain serta daerah kepulauan yang ada di Jawa Timur.
Tidak hanya dari Jawa Timur. Bahkan antara Oktober-November 2019, kata Farid juga ada yang dari Kalimantan dan Malaysia. “Dua bulan lalu itu ada dari Kalimantan, bahkan ada juga yang dari Malaysia itu sekitar 5 orang. Bawa mobil,” katanya.
Selama November hingga Desember 2019, tercatat jumlah pengunjung dari luar Madura, antara lain dari Bondowoso sebanyak 6 rombongan sebanyak 8 bus mini, Asembagus 2 rombongan (40 orang), Jember 4 rombongan sebanyak 8 mobil. Dari Besuki, Lumajang, Proboliggo, Banyuwangi, dan Pasuruan. Masing-masing naik satu atau dua bus mini yang berkapasitas 15-20 orang.
Pengunjung dari luar Madura yang terbanyak adalah dari Situbondo. Dari November-Desember 2019, rombongan dari Situbondo yang berkunjung ke Asta Katandur tercatat sebanyak 33 rombongan. “Mereka yang dari Situbondo yang ke sini itu rata-rata 2 bus mini,” ujarnya.
Perhatian dari Pemerintah
Farid mengutarakan, warga Kota Sumekar dan golongan pejabat Kota Keris yang berziarah ke Asta Katandur, paling ramai biasanya pada malam Selasa dan malam Jumat.
Namun demikian, bantuan dari pemerintah setempat, katanya, yang terakhir bantuan pembangunan kamar mandi dan tempat wudu sekitar tahun 2013-2014 lalu.
Setelah itu, tak ada lagi bantuan yang diberikan untuk menunjang fasilitas Asta Katandur.
“Ketika malam butuh lampu penerangan jalan, itu hanya satu di pintu masuk. Jenengan (kamu, red) lihat sendiri, sapanjang jalan tepi sungai bagaimana keadaannya,” ujarnya sambil menunjukkan jalan paping yang saat ini kondisinya tampak membahayakan. Selain berlubang, tanah di bawah jalan paping dari arah selatan Asta Katandur itu miring ke arah sungai.
Kata Kadisparbudpora Sumenep
Kepala Disparbudpora Sumenep Carto mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep pasti memperhatikan semua tempat wisata yang ada di ujung timur Pulau Madura. Tetapi untuk hal bantuan dana pembangunan dikatakan sifatnya bergiliran.
“Yang pasti itu tetap kita perhatikan. Tapi kita butuh informasi. Kan kita tidak mungkin mantau semua detail, ya. Informasi itu yang perlu disampaikan,” ujarnya.
Carto memastikan bahwa sementara ini Asta Katandur belum masuk dalam 28 tempat destinasi wisata yang status pengelolaannya dinyatakan sudah resmi.
Untuk itu, Carto menyampaikan kepada para pengelola wisata yang ada di Kota Keris ini untuk mengajukan proposal terkait apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangannya.
“Ajukan saja apa yang dibutuhkan di sana. Pengunjungnya berapa, laporannya bagaimana,” katanya.
Beberapa waktu lalu, sambung dia, sudah ada 11 kelompok masyarakat (Pokmas) yang mendapatkan bantuan masing-masing sebesar Rp 100 juta. Akan tetapi kata Carto, bantuan tersebut berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep, karena anggaran yang berasal dari APBD belum ada.
Ditanyakan, apa ada target jumlah pengunjung untuk mendapatkan bantuan? Kadis Carto menjawab, “ndak, pokoknya kalau sudah mobilitas, penjaganya ada, dari kita juga ada yang mantau lah jumlah pengunjungnya setiap bulan, dari bidang pariwisata itu,” jelasnya.
Letak Asta Katandur
Asta Katandur atau tempat pemakaman keturunan Rasulullah yang ke-27 ini, Sayyid Ahmad Baidhawi, terletak di sebelah barat perbatasan antara Desa Bangkal dan Pamolokan. Berdekatan dengan dam atau embung.
Dari dam tersebut, aliran air yang berasal dari sumber Soklancar yang terletak di Desa Kebunan, diatur menjadi tiga bagian. Pertama, ke arah utara, air dialirkan ke kawasan pertanian Desa Bangkal, terus ke Desa Parsanga hingga kawasan persawahan Lapangan Terbang Trunojoyo, Desa Kalimo’ok.
Kedua, ke arah timur, dialirkan ke Desa Karangpanasan hingga Pabian, dan ke selatan ke arah Desa Kacongan hingga ke Kali Patrean.
Di sebelah selatan dam itulah Asta atau Pesarean Sayyid Ahmad Baidlawi berada. Menurut sejarah lisan dari masyarakat setempat, dam tersebut dibangun oleh Belanda sekitar abad 17-18 Masehi. Tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahunnya.
Dakwah Sayyid Baidhawi
Diceritakan, kedatangannya dari India, Syeikh Baidhawi tidak hanya berdakwah tentang ajaran Islam. Dia juga yang mengajarkan masyarakat Sumenep menggunakan Paray (lumbung padi di atas perapian dapur). Dengan cara menggunakan Paray itu, hasil tani bisa awet dan tidak dimakan serangga tanpa dijemur di bawah sinar matahari.
Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri