Sumenep, Jejak.co – Tanah atau lahan yang dibeli Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperidag) untuk pembangunan Pasar Batuan ternyata sudah bersengketa sejak 2014, yakni antara R Soehartono dan R Mohammad Siz.
Pemkab Sumenep membeli tanah sekitar 1,6 hektar senilai Rp 8,9 miliar. Tanah tersebut dibeli dari RB Mohammad Zis dan RB Mohammad yang bersumber APBD 2018.
Setahun berikutnya, Disperindag kembali membangun pagar untuk bangunan Pasar Batuan dengan nilai anggaran kurang lebih Rp 600 juta. Pada saat bangunan pondasi pagar dimulai 2019, pihak Soehartono sudah menegur agar pembangunan tidak dilanjutkan.
“Sejak turun temurun tanah itu memang sudah dikelola keluarga besar R Soemar’um dan yang kelola anaknya R Soehartono. Pada 2014 terjadi sengketa dengan orang, bukan dengan pemkab. Orang yang bersengketa dengan Soehartono kalah,” kata Kamarullah, praktisi hukum asal Sumenep.
Saat ini, masalah tersebut disengketakan secara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Pihak R Soehartono menggugat Pemkab dalam hal ini Disperindag dan R Mohammad Siz sebagai penjual.
Kamarullah yang saat ini juga diketahui menjadi kuasa hukum R Soehartono menduga Pemkab sudah tahu bahwa tanah tersebut sudah bersengketa. Sebab, jauh sebelum terjadi transaksi dengan Pemkab, lahan tersebut pernah disewa salah satu anggota DPRD Sumenep untuk program penanam bibit. Waktu itu, anggota dewan sewa ke R Soehartono. Dalam proses sewa tanah, lanjutnya, pasti ada keterlibatan antara dewan dengan eksekutif.
“Pemkab beli ke pihak posisi orang yang kalah dalam berperkara, gugatannya tidak diterima. Kok bisa pemkab beli? “ujarnya.
Padahal, berkaitan dengan aset daerah yang berhubungan dengan tanah, imbuhnya, harus ada sertifikat atau setidak-tidaknya ada akta, dan tidak dalam bersengketa.
Harusnya sebelum melakukan transaksi pembelian tanah, Pemkab Sumenep harus cek terlebih dahulu, apakah tanah bersengketa atau tidak. “Saya yakin (Pemkab) tahu soal sengketa itu,” imbuhnya.
Sebagai praktisi hukum, Kamarullah menyayangkan sikap Pemkab Sumenep dalam pembelian tanah untuk Pasar Batuan yang tidak mempertimbangkan persoalan yang ada.
“Walaupun tidak ada sengketa sekalipun, tanah itu tidak bisa dibeli. Karena kepemilikan tanah tersebut ganda. Pihak Soehartono mengklaim atas dasar AJB dan R Mohammad Siz dan R Mohammad punya Akta Hibah. Dua akta itu belum bisa dibuktikan sampai detik ini, siapa yang absah,” pungkasnya.
Disperindag Digugat ke PN Sumenep
Sengketa lahan Pasar Batuan saat ini sedang proses hukum perdata di Pengadilan Negeri Sumenep dengan nomor perkara 03/PDT.G/2020/PN.Sumenep.
“Kita dapat panggilan pertama pada tanggal 6 Februari 2020, OPD yang jadi tergugat adalah Disperindag. Kemudian penggugat nya adalah Bapak Soehartono,” kata Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Sumenep, Hizbul Wathan.
Terbaru, PN Sumenep menggelar sidang keterangan saksi dari penggugat pada Kamis (18/2/2021) kemarin. Jika dilihat dari progres persidangan, kasus tersebut masih akan berlangsung lama karena masih ada tahapan pembuktian, kesimpulan, dan baru putusan.
Tidak hanya itu, proses hukum perdata yang menghambat pembangunan Pasar Batuan akan semakin panjang jika perkara dimenangkan penggugat. Sebab, Pemkab Sumenep kemungkinan besar akan naik banding.
“Soal proses hukum prinsip saya sebagai Kabag Hukum adalah tidak berandai-andai kalah. Saya fokus pada pemenangan perkara, kita optimis menang. Kalah pun, ini kan ada beberapa tingkatan. Ada upaya hukum banding, kasasi bahkan PK. Intinya, sampai titik darah penghabisan,” ujar Wathan.
Kenapa Pemkab Sumenep berani beli tanah yang sebelumnya bersengketa? Wathan sebagai Kabag Hukum Pemkab Sumenep mengaku tidak mengetahui hal ihwal tersebut.
“Kalau soal sengketanya kami tidak mengetahui karena kami (pemkab) bukan sebagai para pihak,” jawabnya.
Kendati tanah itu dikabarkan bersengketa sejak 2014, Wathan tetap bersikukuh bahwa pengadaan tanah tersebut sudah berdasarkan proses yang legal sesuai dokumen kepemilikan tanah yang dipegang R Mohammad Siz.
“Yang jelas berdasarkan mekanisme pengadaan yang dilakukan di disperindag hubungan hukum dengan Pak Siz sudah melalui proses administrasi dan kepemilikan yang sah yang dimiliki Pak Siz. Tinggal lihat saja nanti hasil persidangan,” imbuhnya.
DPRD Sumenep Salahkan Pemkab
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Sumenep H Moh Subaidi salahkan Pemkab soal pembelian lahan Pasar Batuan. Harusnya, sebelum pengadaan dilaksanakan, pemerintah menelusuri kepemilikan tanah, apakah bersengketa atau tidak.
“Kami sangat menyayangkan pemerintah daerah. Kenapa kalau memang semuanya belum jelas kok langsung dikeluarkan anggarannya. Walaupun DPRD yang menyetujui tapi eksekusinya kan tetap ada di pemerintah daerah,” kata Subaidi dengan badan kesal.
Politisi PPP ini mengatakan, Pemkab terkesan grasa-grusu. Akibatnya, dana yang dikeluarkan hingga miliaran rupiah dari uang rakyat itu rugi. Setidaknya, imbuhnya, pemerintah rugi secara waktu atas polemik tanah yang hendak dibangun pasar tersebut.
“Seharusnya uang itu bermanfaat. Kalau hitung-hitungan bisnis harusnya sekian tahun sudah dapat berapa, tapi kalau hitung-hitungan manfaat itu tidak bermanfaat,” ujarnya.
Penulis : Haryono
Editor : Ahmad Ainol Horri