Politik Pertanian Madura – Jejak

logo

Politik Pertanian Madura
Oleh : Ajimuddin Elkayani

Jumat, 11 September 2020 - 21:55 WIB

4 tahun yang lalu

Ajimuddin Elkayani

Jejak.co – Infrastruktur pertanian kita masih jauh dari kategori layak. Atau mungkin masih belum terfikirkan atau bisa karena salah fikir oknum para pihak yang punya otoritas. Sehingga output yang terjadi, hasil produksi petani tidak maksimal dengan biaya yang sangat tinggi. Ini hampir semua sektor pertanian Madura. Dan jika hal ini terus diabaikan, maka kita punya alasan besar untuk ragu bahwa ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat tidak di ambang batas keremukannya.

Sementara pergerakan yang berlangsung adalah proyek, proyek yang terkait pertanian seperti bantuan hand traktor, bibit dan subsidi pupuk. Program itu hanya lebih dinikmati dalam skala elite Desa dan atau Kampung. Anggota (masyarakat) biasa belum bisa menjadi bagian sentral penerima manfaat. Bahkan konon diisukan, bantuan alat-alat tersebut ada yang diperjual-belikan oleh oknum. Semoga isu itu keliru. Dan justru metodologi itu lebih menciptakan agen-agen konglomerat dan kapitalis baru di tingkat Desa.

Hingga hari ini belum muncul gagasan fundamental, terpadu dan bermutu dalam rangka memberikan pijakan strategis untuk membangun dunia pertanian kita. Misal, tentang akses jalan pertanian (bukan jalan-kampung), akses pengetahuan, modal dan pasar. Sedangkan akses teknologi sudah dimulai meski tampak belum terkoordinasi secara baik.

Berbeda dengan Pulau Jawa yang sudah jauh melampaui pemenuhan infrastruktur pertanian tersebut. Dan terbukti banyak daerah (di Jatim) yang sudah mampu swasembada pangan. Jika ada Desa yang masih tertinggal, Desa sebelahnya bisa dan siap menjadi ibu asuh atau Desa penyangga. Ketersediaan perangkat-perangkat itulah yang menekan penduduknya hijrah ke luar Negeri jadi TKI/TKW. Mereka mampu hidup layak bahkan menjadi tuan di rumahnya sendiri.

Daerah yang memiliki kelengkapan infrastruktur politik seperti Jawa tidak sibuk pencitraan, tidak sibuk klaim dan tidak sibuk intrik petani lain. Andaipun tidak memiliki tanah warisan atau warisannya lebih sedikit, mereka tidak perlu lebay. Semuanya menikmati profesi petani atau buruh tani dengan baik. Mereka seolah terlihat tidak gelisah karena sudah paham ilmu cuaca dan perbintangan sehingga mengerti situasi dan musim. Bagi mereka, ini sudah waktunya mempersiapkan diri untuk musim panen dan musim tanam berikutnya. Kecuali ada gempa dan tsunami.

Di Madura, secara umum, dunia pertaniannya masih konvensional dan hanya berupa skill bertani yang bersifat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang petani itu sendiri. Mereka belum pernah diajar soal ilmu tanah, ilmu cuaca dan ilmu tanaman pangan atau lainnya.

Maka yang terpenting dari dunia pertanian adalah adanya political will penguasa yang bersedia membuat ruang refresentasi dalam kekuasaannya yang kelak melahirkan kebijakan produktif-terpadu bagi petani yang berdaya. Maka pada dimensi ini kita butuh kajian yang mendalam, komprehensip dan cerdas.


Baca Lainnya