Jejak.co-Beberapa waktu lalu publik dihebohkan oleh sebuah tugas akhir mahasiswa S3 yang berjudul “Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan hubungan Seksual Non Marital”. Penulisnya adalah Abdul Aziz, mahasiswa program doktoral Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dalam disertasinya, penulis mengangkat tema yang cukup kontroversial, yakni Milk al-Yamin (kepemilikan budak) yang dalam bahasa Alquran diutarakan dengan diksi “ma malakat aimanuka/kum/hum” dengan sudut pandang Muhammad Syahrur, seorang pemikir Islam kontemporer. Hasil dari penelitiannya membenarkan hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan layaknya kumpul kebo (samen leven, musakanah).
Yang perlu digarisbawahi di sini bahwa terlepas dari betul-salah, baik-tidaknya disertasi ini maupun yang disimpulkannya adalah murni masalah akademik. Ia tidak mewakili dosen penguji maupun instansi terkait. Ketika penelitiannya sesuai prosedur dan metode penelitian, apapun hasilnya akan diterima sebagai karya ilmiah akademik yang bebas nilai.
Meskipun begitu, semua penguji menyatakan keberatan atas beberapa bagian dari disertasi tersebut serta meminta penulis untuk melakukan beberapa perubahan. Seperti Prof. Khoiruddin Nasution yang dalam hal ini selain penguji, juga bertindak sebagai promotor. Ia keberatan dengan penulis yang hanya menyebut konsep Milk al-Yamin Syahrur sebagai teori baru yang dapat dijadikan justifikasi keabsahan hubungan seksual non-marital, tanpa mencantumkan kritik atas problematika dalam pengaplikasiannya.
Bila ditelisik lebih jauh, memang terdapat banyak problem dalam penelitian ini. Dr. Phil. Sahiron yang juga adalah promotor mempertanyakan keobjektivitasan Syahrur, karena dinilainya telah lalai akan makna kesejarahan dan pesan moral dari ayat milk al-yamin yang telah disebutkan sebanyak 15 kali dalam Alquran. Bahkan ia menuduh Syahrur telah terpengaruh oleh kultur dan hukum keluarga negara barat yang tentu berbeda jauh dengan kultur, budaya dan norma kita. Hal ini memancing Syahrur untuk memaksa ayat-ayat Alquran supaya sesuai dengan pandangannya.
Sebagai pembaca, kita tidak perlu “ngegas” dan kagetan dengan disertasi tersebut. Apalagi sampai mencaci maki penulis, dosen penguji maupun kampus terkait. Hadapilah dengan kepala dingin. Anggaplah ini sebagai warna-warni pemikiran seorang pemikir yang kadangkala terkesan “nakal”, “nyentrik” dan sensasional. Bila belum cukup, silakan ungkapkan rasa ketidaksetujuan anda dengan pemikirannya yang telah dibungkus perangkat ilmiah dengan perangkat ilmiah juga, karena begitulah jalan yang ditempuh para ulama terdahulu kita saat terjadi perbedaan pendapat. Sesuai dengan pesan dari kutipan QS. An-Nahl: 125 yang berbunyi:
وجادلهم بالتي هي احسن
Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.