Mengapa Pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau Memilih Guluk-Guluk? – Jejak

logo

Mengapa Pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau Memilih Guluk-Guluk?

Selasa, 21 September 2021 - 21:15 WIB

3 tahun yang lalu

Pembangunan KIHT sebesar Rp 10 miliar akan ditempatkan di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk (Foto/Dok.)

JEJAK.CO, Sumenep – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep tahun ini akan membangun Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

Pembangunan KIHT ini akan menelan biaya yang cukup besar, yaitu Rp 10 miliar.

Sampai saat ini, pemerintah baru menyelesaikan tahap studi kelayakan atau feasibility study.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep melalui Kepala Bidang (Kabid) Perindustrian Agus Eka Hariyadi menerangkan bahwa lokasi KIHT di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk.

Mengapa memilih Guluk-Guluk?

Menurut Agus, dipilihnya Desa Guluk-Guluk sebagai KIHT di Kabupaten Sumenep sudah melalui proses yang detail selama melakukan studi kelayakan.

“Tentu banyak faktor dalam menentukan lokasi. Kalau dalam teorinya, ada beberapa aspek, seperti kedekatan dengan bahan baku, transportasi jalan, sumber energi, tenaga kerja. Pasti banyak perhitungannya. Dari beberapa lokasi yang dikaji paling bagus adalah Desa Guluk-Guluk. Dan memang kan Guluk-Guluk daerah penghasil tembakau,” tuturnya.

Sedangkan pada lokasi pembangunan KIHT tersebut, untuk tahap awal sudah disiapkan lahan seluas 1,8 hektar dari kebutuhan minimal 5 hektar.

“Sedangkan dari sisi aturan kan paling tidak minimal 5 hektar. Makanya pada tahap awal yang bisa dilalakukan mungkin itu seluas 1,8 hektar,” imbuhnya.

Selanjutnya, Disperindag Sumenep akan melakukan tahapan berikutnya untuk melanjutkan program ini.

“,,,,,dan ada tahapan-tahapan selanjutnya. Di antaranya penyusunan DED (detail engineering design), masterplan dan amdal. Ini yang sedang proses pengerjaan kesana,” katanya.

Untuk diketahui, pembangunan KIHT ini bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2021.

Adapun tujuannya adalah memberantas produksi dan peredaran industri hasil tembakau (IHT) ilegal dengan cara memberikan tempat dan izin secara legal.

“Maksud kegiatan KIHT secara hukum, ada IHT yang ilegal kemudian kita bisa merangkul mereka, ditempatkan dalam suatu tempat, difasilitasi, keluar IHT legal. Jadi intinya penegakan hukum yang lebih persuasif,” paprnya.

Seperti diketahui, berdasarkan data Bea Cukai, kata Agus, ada 16 IHT atau perusahaan rokok legal yang beroperasi di Kabupaten Sumenep. Sementara untuk peredaran produksi rokok ilegal jumlahnya belum diketahui secara pasti. Hanya saja, keberadaannya ada.

“Yang mempumyai NPP PKC ada 16 perusahaan rokok. Kalau rokok ilegal kami belum tau, tapi itu ada,” imbuhnya.

Penulis : Rifand NL
Editor : Ahmad Ainol Horri


Baca Lainnya