Cegah Penyebaran Covid-19 dengan Pendekatan Agama
Jejak.co – Hanya dalam waktu lima malam, KH A Busyro Karim menulis kitab Fikih Covid-19. Bupati Sumenep ini memanfaatkan waktu luang di bulan Ramadan untuk menulis kitab fikih guna menyikapi virus corona yang sampai saat ini belum usai.
Politisi sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Braji, Kecamatan Gapura ini menulis kitab karena ingin menyamakan persepsi dalam menyikapi Covid-19 dalam perspektif agama.
Menurutnya, kitab Fikih Covid-19 ini bagian dari cara dirinya sebagai pemimpin pemerintahan Kabupaten Sumenep dalam mencegah penyebaran virus dengan pendekatan agama. Kitab tersebut akan disosialisasikan kepada pesantren, masjid dan musala serta organisasi keagamaan, sehingga Covid-19 benar-benar bisa dipahami dari perspektif agama.
“Kami ingin menyamakan persepsi banyak pesantren, masjid dan musala dalam menyikapi Covid-19” ucapnya saat launching Kitab Fiqh Covid-19 di Rumah Dinas Bupati Sumenep, Selasa (19/5/2020).
Pondok pesantren yang ada di Sumenep mencapai 387 lembaga. Sementara jumlah masjid 1.600 lebih dan musalah 3.317. Jika semua pesantren, masjid dan musala memiliki cara pandang yang sama dalam menyikapi corona maka akan membantu pencegahan.
“Jika persepsinya, menyikapi dan langkahnya sama akan membantu pencegahan Covid-19,” terang Kiai Busyro.
Dalam kitab Fiqh Covid-19, penulis dalam hal ini Kiai Busyro mengurai masalah corona atau Covid-19, mulai dari pengertian hingga cara memandikan dan penguburan jenazah yang meninggal karena Covid-19 dalam pandangan Islam.
Penulis juga menjelaskan tentang wabah to’un di zaman Rasulullah, para sahabat.
Yang sangat penting, kitab ini juga mengurai tata cara shalat tenaga medis yang bekerja setiap hari pakai alat pelindung diri atau APD.
Bab lain dalam kitab ini juga menjelaskan tentang cara tata cara salat Jumat di tengah Covid-19. “Shaf salat bagaimana, pakai masker bagaimana ketika salat,” urainya.
Kiai Busyro menambahkan bahwa dalam kitab tersebut juga diterangkan tentang hukum diperbolehkannya salat jamak bagi tenaga medis yang setiap hari pakai alat APD. Tapi dalam keadaan punya wudu atau dalam keadaan suci dari hadas
menurutnya, nabi juga pernah menjamak salat padahal tidak sakit, tidak hujan dan tidak perjalanan.
“Kalau misalnya tidak bisa berwudu karena pakai APD apakah bisa dijamak?Menurut buku ini menggunakan salat lihurmatil wakti dan harus qada’,” tambahnya.
Penulis : Ahmad Ainol Horri