JEJAK.CO, Pamekasan – Sejak tahun 2020 Pamekasan diresahkan dengan maraknya
wartawan “bodong” yang berujung pemerasan. Terbaru, wartawan bodong berhasil diringkus aparat penegak hukum.
Kejadian itu memantik PWI Pamekasan melalui dewan etik, menggelar musyawarah luar biasa (Muslub) di ruang Wahana Wicaksana Pemkab Pamekasan, Minggu (4/2/2024). Muslub itu untuk menyikapi persoalan yang menjadi keresahan banyak pihak termasuk pemerintah desa (pemdes) yang sering menjadi sasaran wartawan bodong.
Ketua PWI Pamekasan Hairul Anam menyampaikan, fenomena maraknya wartawan bodong menjadi kegelisahan publik termasuk wartawan profesional yang selama ini bertugas sesuai dengan landasan kode etik jurnalistik (KEJ). Selain menodai profesi wartawan, hal ini mengarah kepada pelanggaran kode etik jurnalistik.
“Kita ketahui bersama, bahwa empat tahun terakhir ini ada tiga kasus yang bermodus berita tetapi ujung-ujungnya pemerasan,” terang Anam.
Modus pemberitaan yang berujung pada dugaan pemerasan, yang dijadikan senjata oleh wartawan bodong bervariasi. Ada yang mengancam akan diberitakan jika tidak diselesaikan (memberi uang), ada pula yang menjanjikan berita yang sudah terbit akan dihapus asal ada penyelesaian.
Yang paling dekat, kasus wartawan bodong yang berujung pemerasan di Kabupaten Pamekasan, terjadi pada tahun 2020. Kala itu ada oknum LSM komunikasi dengan kades, mengatakan mengantongi temuan di salah satu desa di Pamekasan, jika temuan itu tidak mau dijadikan berita permintaannya agar bisa diselesaikan.
Akhirnya kades menyetujui dan terjadilah pertemuan di Jalan Niaga. Saat itu ternyata kades tersebut sudah membawa massa dan oknum LSM tersebut akhirnya di bawa ke Polres Pamekasan.
Kemudian tahun 2022, kasus wartawan bodong juga menyasar kades. Saat itu berita sudah terbit, kemudian menjanjikan beritanya akan dihapus tetapi harus bayar. Peristiwa ini juga berakhir operasi tangkap tangan (OTT).
“Yang terbaru, tahun 2024 ini dilakukan oleh wartawan Indopersnews,” imbuh Anam.
Kasus semacam ini lanjut Anam, perlu dilawan dan harus disikapi secara tegas. Sebab jika dibiarkan besar kemungkinan pemerasan oleh wartawan bodong ini akan berkelanjutan.
Oleh sebab itu, PWI merasa terpanggil dan mengambil sikap atas kejadian yang menodai profesi wartawan.
Sementara itu Ketua Dewan Etik PWI Pamekasan Abd. Azizi menyampaikan bahwa fenomena ini bisa terjadi disebabkan wartawan dijadikan alat, bukan sebagai profesi. Sehingga wartawan dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan.
“Berbeda jika wartawan itu sebagai profesi, jika wartawan sebagai profesi maka landasannya adalah kode etik jurnalistik,” jelasnya.
Kasus-kasus serupa seperti yang terjadi di Kecamatan Pakong mendorong Dewan Etik PWI Pamekasan untuk melakukan langkah-langkah konkret, di antaranya, menguatkan profesi wartawan sebagai pekerjaan profesi bukan alat, kemudian selain itu penguatan identitas jurnalis kepada publik apakah yang bersangkutan sudah kompeten atau tidak. (rul/re).