Tak Ingin Seperti Pulau Sipadan, Sumenep Bangun Gedung Arsip Bersejarah – Jejak

logo

Tak Ingin Seperti Pulau Sipadan, Sumenep Bangun Gedung Arsip Bersejarah

Rabu, 4 Desember 2019 - 07:00 WIB

5 tahun yang lalu

Gedung atau Depo Arsip (Foto/Mazdon)

JEJAK.CO-Pembangunan Gedung atau Depo Arsip yang dikerjakan oleh Dinas PUPKR dan Cipta Karya telah berdiri kokoh di sebelah barat kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sumenep.

Kepala Dinas Kepustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sumenep, Ahmad Masuni mengutarakan, dibangunnya Gedung Depo Arsip tersebut terinspirasi dengan kasus direbutnya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Negara Malaysia tahun 2003 lalu.

“Jadi, kayak Pulau Sipadan itu, ya. Yang dulu sengketa dengan Malaysia, akhirnya Malaysia yang menang,” ungkapnya kepada Jejak.co, Senin (2/12/2019), ditemui di ruangannya.

Menurut Masuni, hal itu terjadi lantaran negara Indonesia tidak punya bukti sejarah tentang Pulau Sipadan. Sehingga, ketika masuk di Mahkamah Internasional, dengan alasan keefektifan, Malaysia dianggap lebih berhak mengakuisisinya karena memiliki bukti sejarah yang kuat.

Gedung Depo Arsip adalah tempat menyimpan arsip-arsip penting bersejarah yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, baik arsip eksternal maupun internal.

Arsip eksternal yang dimaksud adalah arsip-arsip terkait masalah kewilayahan, seperti bukti-bukti sejarah tentang kepemilikan atas 126 pulau di kabupaten yang berjuluk Kota Keris ini.

“Pertama, kewilayahan itu tentang masalah kepulauan Masalembu, Sapeken, Raas, dan lainnya itu. Semua itu kenapa kok masuk ke Sumenep. Nah, kalau nggak punya bukti sejarah, nanti pulau-pulau di kabupaten ini takut direbut oleh kabupaten lain,” tegas mantan Kadisdik Sumenep itu.

Oleh karena itu, Pemkab Sumenep harus mempunyai bukti sejarah kewilyahan yang autentik. Sehingga, jika di belakang hari terjadi permasalahan tentang kewilayahan seperti kasus Pulau Sipadan, sudah ada bukti untuk dijadikan dasar pembelaan.

“Jadi, nanti kami akan mencari bukti-bukti itu. Termasuk dengan tokoh-tokoh di kepualauan, nanti saya akan bicara itu. Hal ini untuk gambaran kepada generasi penerus, untuk mempertahankan kewilayahan kabupaten paling ujung timur Madura ini,” terang Masuni.

Yang kedua adalah arsip tentang pemerintahan (internal) seperti dokumentasi mengenai model kepemimpinan atau sejarah kepemerintahan sejak zaman pararaton hingga saat ini. Salah satu contoh, Pemkab Sumenep menurutnya layak untuk mendokumentasikan tahapan pelaksanaan Hari Jadi Sumenep dari tahun ke tahun. Termasuk juga perihal pembukuan macam-macam keris dan batik khas Sumenep.

“Kan kemarin sudah ada Hari Jadi (-Sumenep yang ke 750, red.), ya. Jadi, kami akan mencari bukti Hari Jadi yang kesekian ini dari mana sumbernya,” tanya Masuni.

Menurutnya, dokumentasi tentang sejarah pemerintahan selama ini masih kocar-kacir tersimpan di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). “Itu mesti disatukan di Gedung Depo Arsip,” katanya.

Untuk itu, pihaknya mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) dan dinas-dinas atau OPD lainnya.

Ditanyakan mengenai bagaimana dan apa saja langkah kongkret untuk itu? Ahmad Masuni menyatakan saat ini pihaknya sudah menyusun tim penelusur fakta terkait sejarah kewilayahan dan kepemerintahan.

“Sekarang kami susun timnya. Nanti kalau sudah turun (mendapatkan SK, red.), kami carikan lapangan. Termasuk arsip-arsip kantor, keuangan, prestasi, dan yang lainnya itu harus masuk di Gedung Depo Arsip. Lalu dilakukan pemilahan, mana arsip yang permanen dan mana arsip yang harus dimusnahkan,” ujarnya.

Masuni menegaskan, bahwa secara undang-undang kearsipan, para pejabat tidak diperkenankan membawa arsip ke rumahnya. Dijelaskan, setiap OPD akan memiliki petugas arsip. Setiap sore akan ada petugas arsip yang berkewajiban mendatangi OPD-OPD untuk mengambil apa yang telah dikerjakan selama hari itu.

Disampaikan, kalau arsip per-OPD dipegang masing-masing, maka keberadaan petugas arsip tidak akan berjalan dengan maksimal. Jadi, lanjut dia, kalau ada OPD yang membutuhkan sesuatu tentang arsip kepemerintahan, yang bersangkutan harus menjemputnya di Gedung Depo untuk kemudian dilayani dengan baik oleh petugas arsip. Sebab, semua arsip katanya layak diselamatkan. Dan jika ada yang menelantarkannya, maka yang bersangkutan akan terkana sanksi berupa hukuman pidana.

Ada banyak hal yang dibicarakan oleh Ahmad Masuni kepada Jejak.co, termasuk bagaimana upaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno, misalnya keberadaan manuskrip tembang macapat, doa petik laut, cerita-cerita forklor khas Sumenep seperti kisah Landaur, Ma’ Bhuta, dan kisah-kisah zaman pararaton dimana beberapa di antaranya dipegang oleh tokoh-tokoh di pelosok-pelosok desa dan para raden. Semua itu, tutur Masuni, akan dilacak keberadaannya, dan akan dirembukkan baik-baik dengan pemiliknya.

“Jadi, kalau di Pinggir Papas itu ya, ada buku yang namanya Jatiswara. Jadi, buku itu hanya dibuka ketika ‘nyadar’, nggak boleh dibuka sembarangan. Ini harus dipelihara, dan orang yang bisa membaca hanya orang-orang tertentu, nggak boleh dibaca oleh sembarang orang. Ini harus ada generasinya itu, lho,” kesan Masuni.

Sebelum diletakkan di Depo Arsip, buku-buku itu katanya akan direproduksi terlebih dahulu, khawatir si pemilik tidak berkenan jika cetakan aslinya yang diambil. “Repronya yang diletakkan di sini, atau aslinya, tergantung komunikasi nanti. Karena tugas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan adalah melindungi,” ujarnya.

Lebih jauh Masuni mengaku akan berkunjung ke salah satu perpustakaan yang ada di Belanda, “karena informasi yang berkembang, sejarah budaya Sumenep ini banyak ada di Belanda. Kayak seronenan dan sebagai macamnya itu, nanti saya akan ke Utrecht Belanda. Setelah dari sana, akan saya komunikasikan dengan Bupati untuk tindak lanjutnya,” utara dia sebelum mengakhiri pembicaraan.

Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri


Baca Lainnya