JEJAK.CO, Sumenep- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reforma Agraria yang saat ini sedang digodok Komisi I DPRD Kabupaten Sumenep mendapat dari berbagai kalangan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wiraraja Wilda Rasaili mengatakan, keseriusan legislator dalam merumuskan Raperda Reforma Agraria merupakan kabar baik bagi masyarakat utamanya petani yang ada di Kabupaten Sumenep.
Akademisi asal Batang-Batang ini berharap, Raperda Reforma Agraria yang digagas oleh wakil rakyat tersebut, secara substansi tidak hanya membahas prihal legalisasi aset. Melainkan harus mengusung semangat reforma agraria, yang di dalamnya memberikan payung terhadap implementasi landreform untuk memberikan kesempatan hak pengelolaan dan pemanfaat tanah yang sangat luas bagi petani di pedesaan.
“Karena kan agraria itu membongkar sistem. Karena sedikit orang menguasai banyak tanah,” katanya kepada jejak.co, Selasa (30/08/2022
Lebih jauh Wilda menguraikan secara prinsip landreform itu bertujuan merombak ketimpangan struktur kepemilikan tanah. Yang di dalamnya terdapat redistribusi aset, pembatasan penguasaan lahan, dan legalisasi aset.
Jika Raperda Reforma Agraria hanya memuat aturan mengenai sertifikasi aset, maka akan berujung pada terciptanya ‘bank tanah’ yang berdampak pada pemanfaatan lahan yang tidak terkontrol.
“Saya melihatnya Raperda Reforma Agraria memang perlu ditata sebagai suatu prinsip reformasi agraria dengan tujuan pemerataan keadilan dan tentu kesempatan untuk rakyat miskin desa untuk mengelola tanah,” jelasnya.
Mantan aktivis HMI ini juga berharap Raperda Reforma Agraria di Kabupaten Sumenep satu tarikan nafas dengan semangat politik agraria yang diusung oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, yang menjadi tonggak awal dari harapan besar pemerintah Orde Lama dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat Indonesia yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Meskipun pada perjalanannya semangat UUPA sempat hilang ditelan bumi ketika militer mengambil alih pucuk kekuasaan tertinggi.
Tidak hanya itu, Wilda juga berharap Raperda Reforma Agraria juga memberikan perlindungan sejati dengan mengatur pemanfaatan lahan dengan baik untuk meminimalisir konversi lahan pertanian.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Sumenep semakin serius menggodok draf Raperda Reforma Agraria. Terbukti pada Minggu (15/8/2022) lalu bersama tim penyusun naskah akademik (NA) dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, menggelar focus group discussion (FGD) untuk pematangan Raperda.
Asas Raperda Reforma Agraria adalah keadilan, yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dak kepemilikan tanah, dan mempersempit sengketa dan konflik agraria.
Selain itu, raperda ini juga untuk
menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, “termasuk juga untuk menciptakan lapangan kerja serta memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi.” ungkapnya.
Lebih jauh Hasan menjelaskan, Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) cukup banyak. Di antaranya HGU, HGB, tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, tanah hasil penyelesaian sengketa dan tanah negara yang dikuasai masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, TORA akan diredistribusi kepada masyarakat yang berhak untuk dikelola sebagai lahan pertanian atau non pertanian. Dengan kata lain, distribusi tanah yang ditetapkan menjadi TORA dimanfaatkan berdasarkan kemampuan, kesesuaian tanah dan tata ruang.
“Masyarakat yang berhak menerima redistribusi tanah adalah perseorangan dan
kelompok masyarakat yang berbadan hukum, seperti koperasi,” ungkapnya.
Sedangkan untuk perseorangan, di antaranya, petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 hektare atau lebih kecil, petani yang menyewa tanah yang luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya. Selain itu juga petani penggarap tanah milik orang, buruh tani, dan nelayan kecil.
“Kami tegaskan semua itu baru berupa draft. Sehingga item yang ada dalam draft seperti objek tanah dan penerima redistribusi tanah masih dalam kajian yang lebih mendalam,” pungkas Hasan.(thofu/rei).