Jejak.co – Proses hukum kasus dugaan beras oplosan untuk Bantuan Program Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur semakin meruncing.
Pasalnya, LA yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut tidak puas. Perempuan yang saat ini ditahan pihak Polres Sumenep, melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan prapradilan ke Pengadilan Negeri (PN) Sumenep.
Namun upaya hukum tersangka justru memunculkan masalah baru. Kasat Reskrim Polres Sumenep AKP Oscar Stefano Setjo mempersoalkan salah satu kuasa hukum yang ditunjuk tersangka karena diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) Sumenep.
AKP Oscar Stefano Setjo pada saat sidang pertama gugatan prapradilan kasus dugaan beras oplosan BPNP menyampaikan keberatan kepada majelis hakim bahwa salah satu kuasa hukum dalam perkara tersebut sedang aktif sebagai komisioner KI Sumenep.
“Pihak polres (satreskrim) siap menghadapi prapradilan. Tapi kami mau bahwasanya kuasa hukum dari pihak pemohon keabsahannya harus jelas,” kata Oscar usai mengikuti sidang di PN Sumenep, Kamis (9/4/2020).
Pihaknya menilai, kuasa hukum yang aktif di KI menyalahi Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
“Seorang advokat ini kan penegak hukum, bagaimana advokat yang notabene penagak hukum melanggar hukum, dan yang dilanggar adalah UU advokat,” tandasnya.
Keberatan Kasat Reskrim Polres Sumenep atas kuasa hukum pemohon yang sedang aktif di KI, oleh majelis hakim diminta untuk dicantumkan dalam jawaban pada sidang yang akan datang.
“Kita sudah menyampaikan keberatan tapi yang mulia majelis hakim meminta agar dicantumkan dalam jawaban. Hari Senin kita berikan jawabannya,” terangnya.
“Nanti kita buktikan apa benar atau tidak. Kalau benar tidak diperbolehkan kami mohon kepada hakim agar menggagalkan permohonan gugatan karena tidak sah,” imbuh Oscar.
Sementara kuasa hukum tersangka, Nadianto mengatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan jawaban atas keberatan Kasat Reskrim Polres Sumenep. Semua sanggahan yang berkaitan dengan keberatan pihak polres akan dituangkan dalam replik.
“Nanti akan ada putusan akhir dari majelis hakim,” terangnya.
Ia berkata, prinsipnya tidak boleh mengubah surat kuasa di tengah perjalanan persidangan, “karena ini bukan berkaitan dengan prinsip hukum acara pidana atau perdata di pengadilan,”ujarnya.
Saat ditanya soal dugaan salah satu kuasa hukum pemohon yang aktif di KI, ia menjawab bahwa salah satu tim kuasa hukum tersangka bukan dalam posisi rangkab jabatan.
“Karena yang disebut rangkap jabatan adalah posisi sebagai pejabat publik. Sementara dalam hal ini Rudi Hartono (pengacara yang dipermasalahkan) sebatas profesi. Itu bukan pejabat. Advokat itu profesi,” tinpalnya.
Namun saat disinggung UU Advokat yang menjelaskan tidak boleh rangkap jabatan? Ia tak mau berkomentar banyak.
“Saya hanya berkepentingan dalam sidang hari ini. Yang berkaitani dengan pribadi silakan menanyakan langsung ke Rudi Hartono,” jawabnya.
Jika Kasat Reskrim Polres Sumenep menyoal dari UU tentang Advokat, Komisi I DPRD Sumenep menyoroti kode etik komisioner KI yang beracara di persidangan.
Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath mengatakan, bila benar ada komisioner KI yang tetap menjalankan tugas lainnya semisal sebagai advocat dan tetap beracara di pengadilan, kegiatan tersebut rentan menyalahi etik dan regulasi lainnya yang tertuang di perundangan.
“Dengan demikian kami di komisi I mempertimbangkan untuk meminta klarifikasi kepada KI dan yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan tentang hal ikhwal tersebut,” tandas politisi PDI Perjuangan itu.
Menurut politisi muda ini, KI memiliki instrumen majelis etik untuk menjaga supremasi institusi agar terhindar dari konflik kepentingan yang ada.
Penulis : Ahmad Ainol Horri
Editor : Ahmad Ainol Horri