JEJAK.CO-Menjelang musim penghujan, TNI-Polri bersama unsur gabungan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sumenep menggelar latihan penanggulangan bencana alam di kawasan Sungai Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis pagi (21/11/2019).
Unsur gabungan tersebut terdiri dari Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Tagana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumenep.
“Ini merupakan latihan puncak dalam siklus latihan tahunan. Untuk tahun ini, penanganannya bencana banjir,” terang Komandan Kodim (Dandim) 0827 Sumenep Letkol Inf Ato Sudiatna kepada Jejak.co, ditemui di lokasi.
Tujuan utama dari latihan yang disebut dengan istilah Gladi Lapang ini, utara Sudiatna, adalah untuk meningkatkan koordinasi protab atau SOP pada masing-masing satuan, dinas, atau instansi terkait penanganan bencana. Sehingga, ketika menghadapi suatu bencana, tim-tim yang bersangkutan telah mengetahui tugas masing-masing.
“Jadi, siapa.. berbuat apa.. untuk mengurangi akibat bencana, atau meminimalisir jumlah korban sekecil mungkin,” tuturnya.
Kegiatan ini, terang Sudiatna, merupakan langkah antisipasi menghadapi musim penghujan. Sebelumnya, lanjutnya, sejak Senin (18/11) kemarin, pihaknya mengatakan telah melakukan ‘Gladi Posko’, mulai dari tingkat latihan perorangan hingga tingkat hubungan antara komandan dengan staf di kalangan TNI.
Sebenarnya, yang paling dibutuhkan dalam soal penanggulangan bencana, kata Sudiatna, adalah kesadaran, kesiapan, dan kewaspadaan masyarakat. “Kesadaran dari mulai membuang sampah tidak sembarangan, tidak menempati atau tinggal di bibir sungai, dan lain sebagainya,” tukasnya.
Terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sumenep R Abd Rahman Riyadi megutarakan, pihaknya akan membentuk forum penanggulangan resiko bencana (FPRB) demi menciptakan kemandirian di tingkat desa yang memiliki potensi bencana.
Dijelaskan, pihaknya akan mengupayakan peningkatan kapasitas dan pengetahuan masyarakat tanggung bencana mengenai cara membuat posko, mendirikan tenda pengungsi, mengevakuasi korban, sampai cara menyediakan kebutuhan logistik bagi korban.
Sehingga, terang Rahman, saat terjadi bencana, masyarakat sudah tahu bagaimana langkah yang harus dilakukan, dan ketika pemerintah kabupaten turun ke lapangan sudah dapat mengetahui data-data yang dihimpun oleh FPRB.
Ada 20 desa di wilayah Kota Keris yang menjadi daerah ‘tanggung bencana’. “Di antaranya, angin puting beliung itu di Kertasada dan Kelurahan Bangselok, kekeringan di Montorna dan Prancak, longsor di Basoka, dan di Badur lokasi gempa,” sebutnya mencontohkan.
Berdasarkan hasil penelitian, lanjut Rahman, 35 persen keselamatan korban disebabkan oleh kemampuan diri-sendiri dan keluarga. Aparatur pemerintah, termasuk BPBD, TNI-Polri, hanya dapat menyokong 1,5 persen penanggulangan. “Hanya kecil, ya,” timpalnya.
Rahman mencontohkan langkah apa saja yang mesti dilakukan saat terjadi gempa. Antara lain, melindungi kepala dengan cara masuk ke kolong meja, lari ke tempat terbuka atau jalan raya, menghindari tempat berkaca, dan lain sebagainya.
Terakhir, pihaknya berharap kepada segenap masyarakat Kota Keris agar, pertama, tidak membuang sampah sembarangan sehingga menyebabkan saluran drainase atau gorong-gorong itu tidak tersumbat. Kedua, menjaga kebersihan. Ketiga, dalam membangun rumah hendaknya dilengkapi dengan biopori atau sumur resapan, yaitu untuk mengurangi bahaya banjir.
“Artinya, air hujan yang menggenang di halaman rumah tidak langsung mengalir ke selokan atau sungai, tapi ditangkap di rumah. Sehingga itu dapat mengurangi debit air yang ada di sungai, sebagai dampak dari tingginya intensitas hujan,” pungkasnya.
Penulis : Mazdon
Editor : Haryono