Dalam perjalanan organisasi profesi guru di negeri ini, sering kali kita menyaksikan sebuah ironi yang begitu menggelitik sekaligus menyedihkan: perdebatan dan perhatian yang berlebihan terhadap seragam, atribut, dan simbol-simbol kosmetik lainnya. Seolah-olah masa depan pendidikan ditentukan oleh warna kain, bukan oleh kualitas gagasan.
Padahal kita semua tahu:
Tidak ada satu pun murid yang belajar lebih baik hanya karena gurunya memakai seragam yang berbeda.
Namun kenyataannya, berbagai organisasi profesi guru kerap terjebak dalam energi yang tersedot ke hal-hal yang semestinya tidak lebih dari urusan administratif kecil. Identitas visual dijadikan seolah-olah standar profesionalitas, sementara identitas intelektual—yang jauh lebih mahal dan lebih sulit dibangun—malah tidak memperoleh porsi perhatian yang layak.
Kita tentu menghormati keberagaman organisasi guru di Indonesia. Setiap organisasi memiliki sejarah, dinamika, dan kontribusinya sendiri. Namun rasa hormat itu tidak berarti harus menutup mata terhadap kenyataan bahwa sebagian gerakan guru hari ini tampak lebih sibuk mengurusi pakaian daripada pemikiran. Lebih ramai dalam urusan warna baju daripada warna masa depan pendidikan yang tengah kita perjuangkan bersama.

Jika organisasi profesi guru ingin benar-benar berwibawa, maka wibawa itu bukan lahir dari seragam yang serasi, melainkan dari kemampuan kolektif untuk melahirkan solusi, menginisiasi inovasi, dan menguatkan kompetensi para pendidik. Murid-murid kita berhak mendapatkan guru yang lebih disibukkan oleh pemecahan masalah pembelajaran, bukan oleh perdebatan kosmetik yang tidak meningkatkan mutu pendidikan.
Ini bukan kritik untuk merendahkan siapa pun. Ini adalah undangan untuk kembali menyadari esensi:
Bahwa organisasi profesi guru hanya akan dihargai jika mampu menunjukkan bahwa mereka memikirkan masa depan, bukan sekadar memamerkan atribut masa kini.
Saatnya kita semua menaikkan standar.
Karena masa depan pendidikan tidak akan berubah hanya dengan mengganti seragam—tetapi dengan mengganti cara berpikir, cara bergerak, dan cara berkolaborasi. (hokage)











