Jejak.co – Tiga pelajar China asal Sumenep hadiri acara ‘Meet and Great’ di Anita Family (Cafe & Resto) yang digelar oleh Lembaga Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (P2NOT) Sumenep, Senin (1/2/2020) siang.
Tiga pelajar tersebut antara lain Akhmad Naufal (17), warga Desa Batuputih Laok, Kecamatan Batuputih, kemudian Maftuhatus Shobah Fitrotil Habiebah (20) asal Desa Bulla’an Kecamatan Batuputih, dan Fikri Haikal asal Kecamatan Gapura Sumenep.
Mereka bertiga menceritakan pengalamannya saat berada di Negeri Tirai Bambu dimana kondisi negara dengan penduduk terpadat di dunia tersebut cukup mencekam oleh wabah virus Corona. Ketiganya mengaku pulang ke kampung halamannya karena dipaksa oleh keluarganya.
Tampil pertama kali bercerita, Akhmad Naufal. Pelajar yang saat ini duduk di bangku Kelas XI SMA Kota Nanning Provinsi Guangxi tersebut mengutarakan bisa mengenyam pendidikan di Guangxi Overseas Chinese School karena mendapat beasiswa sebesar Rp 1,2 juta dari LKPBT Jawa Timur.
Naufal kemudian mengungkapkan, bahwa dia terpaksa pulang ke kampung halamannya karena paksaan dari orangtuanya.
“Saya sekarang kelas 2 di Guangxi Overseas Chinese School. Karena wabah virus Corona, saya dipaksa pulang keluarga. Dari sana sampai Indonesia ongkos dari orangtua, bukan dari pemerintah,” katanya.
Kemudian Maftuhatus Shobah Fitrotil Habiebah (20), mahasiswi di Fuzhou University, Kota Fuzhou, Provinsi Fujian, China itu mengatakan harus pulang lantaran setiap saat dia harus melakukan cek medis bersama sejumlah WNI yang berada di sana, khususnya pelajar.
“Sebenarnya saya pribadi tidak ada niatan untuk pulang. Tapi karena selang beberapa bulan kemudian keadaan semakin buruk dan mencekam, inilah yang memaksa kami untuk pulang ke Indonesia bersama mahasiswa lainnya,” utara Iif akrab disapa.
Selain itu, sejumlah pusat perbelanjaan di daerahnya katanya banyak yang tutup, “sehingga untuk kebutuhan sehari-hari semakin menipis,” pungkas dia.
Terakhir, Fikri Haikal (22), mahasiswa semester IV bidang studi Bahasa dan Budaya Mandarin di Huaqiao University, Kota Xiamen, Provinsi Fujian, China. Haikal juga mendapat beasiswa dari pemerintah China sebesar 800 RMB Yuan atau setara Rp 1,6 juta.
Tidak banyak yang dia sampaikan, Haikal demikian teman-temannya memanggilnya, mengatakan, dirinya hanya berharap dunia kedokteran pada khususnya segera menemukan solusi untuk menanggulangi atau bahkan memusnahkan penyakit mematikan tersebut.
“Kami hanya berharap, wabah penyakit (corona virus, red) ini segera teratasi. Sehingga kami bisa segera kembali ke kampus untuk melanjutkan pendidikan,” katanya penuh harap.
Sementara itu, inisiator acara ‘Meet and Great’ ini, Zamrud Khan menyampaikan bahwa pihaknya merasa tergugah untuk bertemu dan mendengarkan langsung kisah terkait kondisi yang mereka bertiga alami di sana.
“Kami ingin sharing dengan para pelajar dan mahasiswa asal Sumenep yang menempuh pendidikan di China. Makanya kita inisiasi untuk menggelar meet and greet,” ungkap Direktur P2NOT Sumenep itu kepada Jejak.co.
Zamrud turut prihatin mendengar cerita mereka yang pulang dengan biaya sendiri, “tanpa ada kepedulian dari pemerintah daerah untuk memikirkan nasib para pelajar dan mahasiswa ini,” timpal mantan Ketua Badan Pengawas Kabupaten 2013-2015 itu.
Oleh karena itu, pihaknya berjanji akan membantu jika nanti negara tempat mereka belajar sudah aman.
Selain itu, pihaknya juga berkeinginan untuk menggandeng mereka bertiga sebagai duta anti narkoba. “Kita jadikan mereka sebagai duta anti narkoba,” imbuhnya.
Setidaknya, lanjut pria berdarah Pakistan itu, mereka dapat memberikan informasi mengenai peredaran narkotika dan turut mensosialisasikan bahaya narkoba kepada sesama pelajar asal Indonesia di sana.
Penulis: Mazdon
Editor: Haryono