Gus Fawait Luruskan Istilah Kiai dan Gus, Masyarakat Jangan Mudah Percaya – Jejak

logo

Gus Fawait Luruskan Istilah Kiai dan Gus, Masyarakat Jangan Mudah Percaya

Selasa, 2 Agustus 2022 - 20:53 WIB

2 tahun yang lalu

Muhammad Fawait, Bendahara GP Ansor Jawa Timur sekaligus Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim luruskan istilah Gus dan Kiai (Foto/fiq)

JEJAK.CO, Surabaya – Muhammad Fawait, Bendahara GP Ansor Jawa Timur terpanggil untuk mengedukasi sekaligus meluruskan istilah Kiai dan Gus yang cenderung salah dipahami masyarakat. Hal ini juga cenderung dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengambil keuntungan.

Perseteruan antara orang yang mengaku bernama Gus Samsudin Jadab dengan Pesulap Merah yang belakangan viral dan menjadi perhatian publik beberapa hari ini membuat pria yang akrab disapa Gus Fawait ini angkat bicara, dirinya prihatin pada fenomena yang terjadi di masyarakat. Menurutnya saat ini sangat mudah mendapat predikat kiai atau gus.

“Ini yang harus diluruskan. Kalau kiai atau ulama itu harus jelas sanad keilmuannya. Sedangkan Gus harus jelas nasabnya. Jadi masyarakat jangan mudah percaya pada orang yang mengaku kiai atau gus. Lihat dulu sanad dan nasabnya,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Chotib Al Qodiri IV Jember itu, Selasa (02/08/2022).

Kata Presiden Laskar Sholawat Nusantara ini, segala hal itu harus diposisikan sesuai pada tempatnya. Termasuk istilah atau penyebutan kiai atau gus dalam kehidupan bermasyarakat.

Ia mengingatkan, sebutan kiai, gus, lora atau yek adalah sebuah penghormatan dan sarat maknanya. Karena itu harus disematkan kepada orang yang tepat dan memang berhak.

“Demikian juga dengan istilah Gus. Itu adalah sebutan untuk anak kiai di Pulau Jawa, untuk menghormati bapaknya yang seorang kiai. Jadi tidak boleh sembarangan menyebut seseorang sebagai gus. Cari tahu dulu dia anak kiai siapa, di mana pondok pesantrennya,” pungkasnya.

Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2020 versi Forkom Jurnalis Nahdliyin ini kemudian mencontohkan, ada orang memakai jubah atau sorban langsung disebut kiai. Padahal tidak pernah mondok, apalagi mengasuh pondok pesantren. Bahkan justru berpraktik sebagai paranormal atau dukun.

“Banyak kasus terjadi, orang yang melakukan praktik perdukunan menyebut dirinya kiai atau gus. Hal itu untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Tapi ujung-ujungnya mencari keuntungan pribadi. Ini tentu merugikan kiai dan gus yang benar-benar asli,” pungkas Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim tersebut. (fiq/rei)


Baca Lainnya