SUMENEP, Jejak.co – Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Moh. Anwar (RSUDMA) Sumenep, Madura, Jawa Timur berbagi ilmu tentang penyakit tuberkulosis atau TBC. Pasalnya, penderita TBC saat ini cukup tinggi dan banyak masyarakat tidak tahu penyebab dan faktor risikonya.
Prihal tersebut disampaikan pada momen Hari TBC Sedunia melalui channel YouTube RSUD. dr. Moh. Anwar Sumenep oleh dokter spesialis paru, yaitu dr. Reni Irviana Eka Tantri. Dalam tayangannya, dokter yang bertugas di rumah sakit milik Pemkab Sumenep ini mengupas tentang penularan dan pencegahan penyakit TBC.
Kata Reni, penyakit TBC merupakan penyakit paru yang disebabkan mikro bakteri untuk berkolusi. Penyakit ini ada dua macam, yakni TBC di paru dan TBC di ekstra paru.
“TBC di ekstra paru itu contohnya seperti meningitis TB, ada TB abdomen, dan beberapa lainnya,” terangnya dalam podcast yang dipandu Vita Supriyanti tersebut, Senin 24/03/2021.
Penyakit TBC merupakan salah satu penyakit yang menular. Reni menjelaskan bahwa penularannya melalui percikan air liur yang dilepaskan ke udara saat penderita TBC bersin, batuk, atau meludah.
“Penularannya melalui droplet, droplet pasien yang batuk bisa menularkan ke orang yang ada di sebelahnya, jika orang yang ada di sebelahnya itu tidak memakai masker,” paparnya.
Penyakit TBC lebih rentan menular kepada orang yang yang memiliki sistem kekebalan tumbuh lemah, seperti orang yang menderita kencing manis atau diabetes, HIV/AIDS. Biasanya penderita penyakit diabetes dan HIV/AIDS apabila tertular TBC akan menyebabkan komplikasi.
Penyakit TBC akan diketahui setelah dilakukan uji secara klinis. Jika orang tersebut mengalami batuk berdahak, maka bisa dilakukan dengan tes molekuler.
“Beberapa pasien ada yang tidak bisa mengeluarkan dahak, kita lanjutkan dengan pemeriksaan foto rontgen dada,” lanjutnya.
Sebelum diuji klinis, biasanya orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala. Di antarnya gejala batuk yang lebih lama, bahkan lebih dari dua minggu. Orang terinfeksi TBC, biasanya juga mengalami penurunan nafsu makan, berkeringat di malam hari.
Ketika ada gejala TBC maka sebaiknya segera mendeteksi sedini mungkin. Caranya, orang yang mengalami gejala TBC memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah agar tidak semakin parah, dan untuk mencegah penularan ke orang lain.
“Jika pasien datangnya sudah agak terlambat, biasanya TBC di paru-nya akan semakin berat,” ujarnya.
Pengobatan penyakit TBC berbeda-beda. Tergantung pada jenis TBC yang dialaminya. Jika masih baru atau jenis TBC kategori 1, pasien harus diobati secara rutin setidaknya selama 6 bulan.
Berikutnya, pasien yang putus obat atau sebelumnya sudah mengidap TBC dan kembali kambuh masuk kategori 2. Pengobatannya selama 8 bulan.
“Dua bulan pertama kita berikan injeksi dan obat minum,” imbuhnya.
Di tengah pandemi Covid-19, dr. Reni juga menambahkan agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes) seperti rajin mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.
“Dan penyakit paru semacam TBC ini, juga rentan tertular Covid-19,”pungkasnya. (hari/rei)