Jejak.co – Mencari lapangan kerja di kota kecil bukan hal yang mudah, apalagi bagi mereka yang hanya lulusan SMA. Seperti yang dialami pemuda di Sumenep ini, semenjak lulus dari bangku sekolah tingkat SMK, ia terpaksa merantau ke Jakarta, bekerja sebagai penjaga toko sembako.
Itulah yang dialami Ahmad Sanusi, pemuda asal Lenteng Barat, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ia mengalami kerasnya hidup di Jakarta selama satu tahun lebih. Di sana, pemuda ini menjaga toko sembako yang buka selama 24 jam.
Pemuda yang baru menginjak umur 25 tahu ini memutuskan untuk pulang kampung karena ingin mencari pekerjaan lain. Setelah sampai di Sumenep, Sanusi mengaku mendapat informasi program pemerintah tentang wirausaha muda. Ia tertarik dan mengikuti program yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Sumenep tersebut.
Pelatihan wirausaha muda ini merupakan program Bupati dan Wakil Bupati, KH A Busyro Karim-Achmad Fauzi yang dimulai sejak 2016. Sanusi mengikuti pelatihan dibidang membatik pada awal 2019. Selama pelatihan, pemuda ini termasuk peserta yang rajin dan punya keinginan yang tinggi. Dirinya punya semangat yang kuat agar tidak menjadi pengangguran.
Alhasil, setelah mengikuti pelatihan Sanusi sukses mewujudkan keinginannya untuk menjadi wirausaha swasta dibidang batik. Kini, pemuda yang belum punya keluarga ini sudah bisa bikin batik dan dijual hingga luar kota.
“Sudah banyak yang terjual,” ujarnya saat ditanya hasil karyanya selama berproses di rumah produksi Wirausaha Muda Sumenep (WMS).
Setiap hari pemuda ini tekun melakukan kegiatan membatiknya di rumah produksi Wirausaha Muda Sumenep (WMS). Hasil karyanya sudah banyak dapat pesanan dari luar kota, salah satunya dari Kalimantan. Dirinya mengaku senang dengan capaian yang didapat saat ini. Selain bisa mendapat penghasilan, ia juga bisa bekerja di kota kelahirannya, tidak harus merantau ke luar kota.
“Saya merasa senang karena tidak merantau lagi. Bekerja di sini bisa ketemu keluarga setiap hari, kalau merantau baru bisa ketemu keluarga satahun sekali atau dua kali,” tutur Sanusi.
Sanusi berharap program wirausaha terus dilanjut agar bisa menciptakan lapangan kerja bagi pemuda di Sumenep.
Pengalaman yang hampir sama juga disampaikan Zuhdi, pemuda asal Desa Palokloan, Kecamatan Gapura, juga mengaku senang setelah mengikuti pelatihan membatik.
Sebelumnya, pria ini bekerja sebagai petani. Penghasilannya tidak menentu. Ia kemudian mengikuti pelatihan membatik. Zuhdi tertarik mengikuti pelatihan membatik karena dilatarbelakangi jiwanya yang memang suka seni.
“Bagi saya pribadi, karena saya senang seni maka setelah memahami batik seni-seni dalam diri saya bisa tersalurkan. Jadi sekarang lebih senang membatik,” cerita Zuhdi saat ditemui di rumah produksi WMS.
Zuhdi mengikuti pelatihan membatik sejak 2018. Pasca pelatihan hingga sekarang, dirinya bersama teman-temannya sudah menghasilkan karya lebih 1.000 batik. Semua karya terjual. Batik yang dijual dari harga Rp250 ribu sampai Rp 700 ribu.
Program wirausaha muda sudah dirasakan manfaatnya oleh pemuda Sumenep. Zuhdi menilai program ini bisa menyalamatkan anak muda dari pergaulan yang tidak baik.
“Kami berharap pemerintah bisa mengayomi anak-anak muda, karena rata-rata di Sumenep banyak pengangguran sehingga banyak anak muda yang salah gaul karena tidak punya aktivitas,” harapnya.
Sementara itu, karya batik pemuda yang tergabung di rumah produksi WMS ini dinamai Batik Rato Sumenep. Meski baru, Batik Rato Sumenep telah mendapat kepercayaan masyarakat lokal hingga luar daerah, salah satunya dari Yayasan Puteri Indonesia.
“Batik-batik kita dipakai Puteri Indonesia di Jawa Timur, dan kami mendapat penghargaan dari Yayasan Puteri Indonesia,” imbuh Busaki, pendamping WMS bidang batik.
Untuk diketahui, program pelatihan wirausaha muda sampai saat ini terus berlangsung. Untuk pelatihan bidang batik dimulai pada 29 Juli 2020.
Penulis : Haryono
Editor : Ahmad Ainol Horri