JEJAK.CO-Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2019 dinilai mengandung muatan sabotase terhadap hak politik demokrasi di tingkat desa. Menyikapi masalah itu, 7 partai politik (Parpol) sepakat ajukan interpelasi.
Tujuh partai tersebut mengajukan hak interpelasinya melalui 5 pintu fraksi, yaitu Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, dan yang terakhir adalah Fraksi Gabungan antara Hanura, Nasdem, dan PKS.
Kesepakatan untuk mengajukan surat interpelasi tersebut dirasa penting karena perubahan perbup yang terjadi 3 kali itu dianggap tidak memberikan solusi yang signifikan dalam mengatasi gejolak yang terjadi di bawah.
Sebagaimana diketahui bersama, 3 kali perubahan Perbup tentang Pilkades itu, antara lain berupa Perbup Nomor 27 Tahun 2019, lalu menjadi Perbup Nomor 38 Tahun 2019, dan kemudian berubah lagi menjadi Perbup Nomor 54 Tahun 2019. Sehingga, kehadiran perbup itu dinilai cacat secara prosedural, cacat hukum, serta tidak memiliki landasan yuridis formil dan bertentangan dengan hak-hak sipil warga negara yang memiliki kesempatan untuk memilih dan dipilih.
Sementara ini, surat yang masuk di Sekretariat DPRD Kabupaten Sumenep, perhari Senin (23/9/2019) kemarin, ada 4 Fraksi, yaitu Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN, dan terakhir Fraksi PDI Perjuangan.
“Iya, sementara surat yang sudah masuk ada sekitar 4,” kata Kabag Humas DPRD Sumenep, Bintoro kepada Jejak.co, Selasa (24/9/2019).
Sementara surat interpelasi dari Fraksi Gabungan antara Hanura, Nasdem, dan PKS sifatnya masih menyusul.
Ketua DPC Partai Hanura Sumenep, Nyai Dewi Khalifah atau akrab disapa Nyai Eva menyatakan telah sepakat menggunakan hak interpelasi atas dasar sembilan pertimbangan.
Adapun 9 pertimbangan tersebut, di antaranya adalah karena isi Perbup tersebut, pada butir 1 sampai 4, dinilai dapat memberi peluang terhadap hadirnya calon kades sewaan untuk mencalonkan diri di desa dan kecamatan lain di lingkungan Pemkab Sumenep. Sehingga, regulasi tersebut rentan meresahkan masyarakat desa setempat.
Pertimbangan lain, bahwa penunjukan perguruan tinggi (PT) sebagai lembaga dan/atau penyelenggara tes dan wawancara terhadap calon kades juga dianggap tidak jelas. Sebab, indikator pemilihan PT tersebut diperkirakan berpotensi pada KKN karena telah mengabaikan integritas, kapabilitas, dan akuntibilitas publik-akademik.
“Berdasar pada 9 pertimbangan itu, kemarin kita sepakat untuk mengajukan hak interpelasi. Melalui fraksi gabungan. Termasuk Fraksi PAN, PDIP, Gerindra, dan Demokrat,” katanya.
Sementara alasan lain juga disampaikan oleh Sekretaris DPC PDI Perjuangan Sumenep, Abrari. Menurutnya, pemberlakuan Perbup itu tanpa melalui konsultasi publik sehingga menimbulkan kontroversi masyarakat.
“Makanya, Fraksi PDI Perjuangan memutuskan menggunakan hak interpelasi. Itu upaya kami menunaikan hak konstitusional dalam rangka melindungi hak warga yang berkedudukan sama di mata hukum, untuk dipilih dan memilih,” terangnya.
Sementara menurut Sekretaris DPD PAN Sumenep, Husaini Adhim, pihaknya menyampaikan bahwa kebijkan tersebut merupak keputusan bersama dengan sejumlah partai politik yang memilki kursi di parlemen Sumenep.
“Sejumlah pimpinan parpol bertemu lebih dari tiga kali, membahas interpelasi di DPRD. Kemudian, disepakati bahwa setiap fraksi dari beberapa parpol itu akan berkirim surat untuk menggunakan hak interpelasinya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris DPC Partai Demokrat Sumenep Indra Wahyudi mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan ketua Fraksi Demokrat di DPRD Sumenep untuk mengirimkan surat hak interpelasi. Menurutnya, hal itu dilakukan agar gejolak di bawah dapat segera teratasi dengan baik.
“Hak interpelasi ini memang perlu dilakukan dan kami bersepakat dengan sejumlah fraksi lain. Saya sebagai sekretaris DPC Partai Demokrat sudah menandatangi surat interpelasi dan berkoordinasi dengan ketua fraksi Demokrat,” ujar politisi yang saat ini menjabat wakil ketua DPRD Sumenep itu.
Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri