JEJAK.CO-Wirausaha Muda Sumenep (WMS) berhasil sabet juara 3 dalam even Sumenep Heritage Culinary Festival 2019 yang digelar di area sebelah timur Taman Adipura Kota Sumenep, pada 12-13 Oktober 2019.
Salah satu pegiat kuliner WMS, Wadhun Jamilah, mengaku sangat termotivasi dengan keberhasilan yang diraih oleh kelompok wirausaha muda besutan Enterpreneurship Training and Development Centre (ETDC) ini.
“Ya senang, Mas. Maksudnya, iya seneng, pasti seneng lah,” seru Wadhun Jamilah saat dihubungi Jejak.co, Senin (14/10/2019), via telepon selulernya.
Uuk, akrab dipanggil, mengutarakan perihal mengapa kuliner yang diusung WMS pada momen SHCF 2019 sukses meraih juara, karena olahan yang dipromosikan benar-benar diupayakan mengikuti tema dan kriteria penilaian yang telah ditetapkan oleh panitia.
“Ya, itu kan bertemakan non-plastik, kan. Terus, stand kita itu kan intinya tidak banyak menggunakan plastik yang sudah disepakati, kayak gitu kan,” paparnya.
Selain itu, sambung Uuk, stand WMS adalah yang paling banyak pengunjungnya. “Kita itu, pada pembukaan itu, jam sepuluh malem sudah ludes semua,” tuturnya.
Jumlah pendapatan selama even berlangsung, Uuk mengaku berhasil mendapatkan keuntungan berkisar Rp 5 juta. Pada waktu grand opening atau pembukaan saja, kata Uuk, untuk yang olahan terjual sebanyak 1 juta 500, plus yang berupa makanan sekitar 700 ribu lebih.
“Yang pagi itu (13/10), jam sembilan sudah ludes kita,” ujarnya.
Ditanyakan, menu apa yang paling laris? Sarjana FKIP di Universitas Wiraraja Sumenep itu mengatakan, semua jenis menu yang dijual pada even Festival Kuliner Madura ini laris manis seluruhnya.
Dia mengaku sengaja tidak menyetok banyak, karena dalam setiap even, pasti minus terus. “Baru yang kali ini, yah, alhamdulillah,” imbuhnya penuh syukur.
Ada 2 jenis kuliner yang dipromosikan oleh WMS pada even tersebut, yaitu catering dan kue. Catering dimaksud adalah bagian makanan, seperti kaldu kokot, lontong gomek, sate, dan untuk kue adalah semua yang tergolong olahan mokav ala WMS.
“Jam sepuluh kita sudah wes, sudah angkat piring kita ke belakang. Malam (penutupan) kita juga diserbu, Mas. Malam itu kita ngangkat (jual, red) es siwalan aja, karena bahan-bahan udah pada habis,” beber dia.
Remaja berusia 25 tahun itu lalu mengutarakan bahwa teman-teman WMS sangat antusias dan rela bekerja di malam hari.
Uuk bercerita mengenai pengalamannya waktu magang di Jogja, “tepatnya di daerah Bantul,” katanya.
Ketika itu dia berpikir dan berinisiatif bagaimana caranya menampilkan variasi baru yang belum ada di Sumenep. “Pematerinya ketika itu mengajarkan bagaimana tepung singkong bisa diolah menjadi kue yang rasanya unik” ungkapnya.
“Dan rasanya itu emang beda banget, beda dengan yang biasanya kita buat dari tepung terigu biasa. Pembuatannya itu dari tepung singkong, butuh waktu 2 hari, dan itu pun kalau panas,” terang Uuk.
Butuh waktu yang relatif lama karena prosesnya memang agak ribet. Sebelum dijadikan tepung, singkong itu potong kecil-kecil terlebih dahulu, kemudian dicuci sebanyak dua kali.
“Sampai singkong itu benar-benar putih dan bersih. direndam selama 2 hari 2 malem, pokoknya,” tuturnya mengakhiri perbincangannya.
Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri