Adu Kuat Ahok dan Nicke di Pertamina – Jejak

logo

Adu Kuat Ahok dan Nicke di Pertamina

Selasa, 6 Oktober 2020 - 11:04 WIB

4 tahun yang lalu

Foto: istimewa

Jejak.co – PT Pertamina (Persero) menjadi sorotan. Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama secara terbuka membongkar bobrok di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Bukan hanya satu atau dua kasus, Ahok—sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama, membeber hampir semua dugaan penyelewengan yang terjadi di Pertamina.

Terbaru, Ahok mengungkap pengerjaan proyek pembangunan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan. Tender proyek yang dimenangkan SK Engineering & Construction Co. Ltd., Hyundai Engineering Co. Ltd., PT Rekayasa Industri, dan PT PP (Persero) Tbk tersebut pada proses pengerjaannya hanya dilakukan oleh PT Rekayasa Industri.

Dalam sebuah video yang diunggah di Youtube, Ahok mengibaratkan proyek pembangunan kilang RDMP Balikpapan sebagai mobil formula one yang dikemudikan oleh driver gokart. Ahok tidak hanya menyoroti proyek pembangunan kilang RDMP Balikpapan saja. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menyebut ada hal yang tidak beres dalam proyek-proyek Pertamina yang lain.

Terbaru, Ahok menerima laporan melalui surat dari salah satu vendor peserta lelang proyek pembangunan TPPI Olefin Complex di Tuban. Dalam surat tersebut diungkap bahwa terjadi beberapa kecurangan proses tender yang diduga kuat untuk memenangkan salah satu peserta tender.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Nusron Wahid menyebut Ahok sudah sangat jengkel dan lelah melihat kondisi internal Pertamina yang carut marut. Kepada wartawan, beberapa waktu lalu, Nusron mengatakan bahwa Ahok sebagai bagian dari Pertamina memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kinerja ‘rumahnya’.

Nusron pun menuntut internal Pertamina wajib segera menyikapi apa yang diungkap oleh Ahok. Ia meminta direksi dan komisaris Pertamina harus melakukan evaluasi sebagai bentuk tanggung jawab kepada perusahaan.

“Ini menjadi momentum kementerian untuk mengevaluasi kinerja komisaris dan direksi supaya salurannya efektif, ada checks and balances antara BOD (board of directors) dan BOC (board of commissioners). Sebab, merekalah yang bertanggung jawab atas nasib korporasi,” kata Nusron.

Ahok menyebut direksi Pertamina punya hobi melobi menteri hingga direksi yang lebih suka berutang dan mendiamkan investor. Selain itu, Ahok mengungkap adanya manipulasi gaji, khususnya di jabatan direktur utama anak perusahaan. “Ada direktur anak perusahaan yang sudah dicopot jabatannya, tapi gajinya masih tetap. Harusnya kan gaji mengikuti jabatan,” ujar Ahok.

Di sisi lain, muncul tudingan dari internal Pertamina kepada Ahok bahwa ucapan dan tindakan pria asal Belitung ini didasari kepentingan pribadinya yang ingin membawa sejumlah rekanan asal Cina agar bisa masuk ke dalam proyek-proyek Pertamina. ”Ahok ingin kontraktor asal Cina terlibat dalam proyek-proyek di Pertamina. Sementara beberapa tender proyek di Pertamina dimenangkan oleh grup Hyundai,” sebut sumber yang tidak mau disebut namanya.

Sementara Menteri BUMN Erick Thohir belum memberikan tanggapan terkait polemik Pertamina ini. Sejumlah pertanyaan yang dikirim redaksi melalui pesan WhatsApp di nomor 0811939xxx sejak Rabu (30/9) pukul 19.52 WIB, belum direspon oleh Erick Thohir.

Sebelumnya Erick Thohir menggelar pertemuan dengan Ahok pada pertengahan September lalu. Pada pertemuan tersebut, Erick mendengar langsung penjelasan dari Ahok terkait pernyataannya di dalam video yang sempat viral tentang “aib” Pertamina.

Banyak kalangan menduga ‘perseteruan’ antara Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina dan direksi PT Pertamina ini bernuansa politis. Tudingan itu berdasar putusan Ahok yang mengumbar masalah internal Pertamina ke publik sehingga terkesan ada intrik politik yang sedang dimainkan.

Sejumlah pengamat mengatakan bahwa telah terjadi politisasi di dalam internal Pertamina. Menteri BUMN Erick Thohir terkesan netral dan tidak mau terlibat mendalam. Erick lebih mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung pemerintah dengan menempatkan ‘orang-orang’ partai sebagai komisaris BUMN. Bahkan penentuan direksi BUMN harus dengan ‘persetujuan’ partai politik pendukung pemerintah.

Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng menilai bahwa pengelolaan BUMN saat ini masih terkait dengan politisasi. Ia mengatakan, idealnya perusahaan BUMN memang tidak dibikin ruwet dengan birokratisasi dan politisasi.

“Tapi kenyataannya tidak bisa dihilangkan sama sekali. Di Indonesia masalahnya politisasi,” katanya.
Tanri Abeng dalam diskusi “Mobilisasi Kekuatan Sumberdaya BUMN di masa Pandemi Covid-19″ beberapa waktu lalu menyebut perusahaan BUMN hanya tergantung manajemennya. ”Kalau manajemennya diobok-obok karena ada intervensi macam-macam maka tidak akan optimal kinerjanya,” tambahnya.

Sekarang publik hanya bisa menunggu akhir polemik di Pertamina. Sekarang tinggal kuat-kuatan lobi politik antara Ahok melawan kelompok Nicke (Dirut Pertamina, red). (rossirahardjo)


Baca Lainnya