Jejak.co – Lima Kapolres silih berganti, kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan gedung Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumenep hingga detik ini belum kelar, masih berkutat di ranah pemberkasan perkara.
Kasus dugaan penyelewengan dana pembangunan gedung Dinkes di ujung Timur Pulau Madura ini telah bergulir sejak tahun 2015 silam, yaitu sejak Polres Sumenep dinahkodai oleh AKBP Rendra Radita Dewayana, S.I.K.
Kapolres Rendra menjabat sejak tanggal 10 Januari 2014 hingga tanggal 24 September 2016. Setelahnya, kepala kepolisian di Kota Keris dipimpin oleh AKBP H Joseph Ananta Pinora, S.I.K, M.Si, kemudian disambut setelahnya oleh AKBP Fadillah Zulkarnaen pada tanggal 12 Desember 2017.
Selanjutnya, pada 13 September 2018, Kapolres Zulkarnaen disambut lagi oleh Kapolres AKBP Muslimin sejak tanggal 28 November 2019.
Saat ini, penanganan kasus gedung Dinkes yang anggarannya bersumber dari APBD Sumenep tahun 2014 sekitar Rp 4 miliar itu berada di pundak Kapolres AKBP Deddy Supriadi, S.I.K, M.I.K yang baru menjabat sejak 28 November 2019 kemarin.
Dikonfirmasi, Deddy akrab disapa, menyatakan, kasus tersebut saat ini tetap dalam tahap penyidikan, dan untuk sementara pihaknya sudah menetapkan dua orang tersangka, yakni inisial I dan A.
Namun demikian, pihaknya tidak melakukan penahanan terhadap tersangka I dan A karena sifat kasus ini katanya tidak termasuk dalam kategori kejahatan yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat umum.
“Proses penahanan tindak pidana ini tidak mutlak dilakukan, tergantung daripada penilaian penyidik terhadap yang bersangkutan,” terang Deddy kepada media ini, Kamis (30/1/2020).
Jika yang bersangkutan selalu hadir saat diundang, terangnya lebih lanjut, dan tidak menghambat data-data yang dikemukakan, maka polisi juga punya penilaian tersendiri untuk tidak melakukan penahanan selama proses penyidikan.
Diuraikan, kasus dugaan tindak pidana korupsi berbeda dengan “kejahatan jalanan” yang sifatnya dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat secara umum.
“Kalau tindak pidana korupsi memang secara spesifik perlakuannya juga berbeda, tetapi kita bisa melihat atau menilai apakah yang bersangkutan kooperatif atau tidak,” katanya.
Tidak koperatif maksudnya, sambung dia, bahwa jika yang bersangkutan ada kemungkinan melarikan diri, mengulangi perbuatan tindak pidana, atau pun menghilangkan barang bukti, “nah itu bisa kita lakukan penahanan, tapi yang bersangkutan secara intens kita lakukan wajib lapor,” tukasnya.
Dikejar lebih dalam, kapan perkara tersebut akan masuk tahap P21, atau terverifikasi sempurna oleh pihak Kejaksaan Negeri Sumenep? Deddy menjawab, saat ini sudah tahap pemberkasan dan belum diserahkan ke pihak kejaksaan.
“Ya, saat ini sudah dinyatakan statusnya dari saksi menjadi tersangka, itu dulu. Ya, saya kan masih baru di sini. Kan gitu,” ujarnya.
Deddy beralibi bahwa jika pemberkasan tersebut belum “matang” dan terburu-buru harus diserahkan ke pihak kejaksaan, maka penahanan terhadap tersangka I dan A akan menghabiskan masa penahanan yang sangat lama.
“Karena mengingat juga jumlah jaksa yang minimal, tentunya kalau kita melakukan penahanan akan menghabiskan masa penahanan yang sangat lama,” jabarnya menambahkan.
“Jadi, keduanya diproses sebagaimana proses tindak pidana korupsi. Jadi, kita berharap ini menjadi efek jera bagi para pejabat negara ataupun PNS di tubuh pemerintahan Kabupaten Sumenep,” imbuhnya mengakhiri keterangan.
Sementara itu, Kasatreksrim Polres Sumenep AKP Oscar Setjo Stefanus berharap publik bersabar karena dirinya baru saja menjabat dan sedang melakukan pengembangan.
“Jadi, untuk masalah-masalah yang sedang kita tangani, yang sedang masih dalam penyelidikan atau penyidikan, kami mohon bersabar. Sekali lagi saya mohon bersabar, kami masih melakukan pengembangan,” jawabnya saat ditanya kasus gedung Dinkes Sumenep.
Penulis: Mazdon
Editor: Ahmad Ainol Horri