JEJAK.CO-Sejumlah mahasiswa yang tergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumenep gelar aksi di depan Mapolres setempat, Selasa (1/10/2019).
Aksi ini dalam rangka menyikapi insiden meninggalnya salah satu kader PMII asal Kendari, Randhy, dan satu orang mahasiswa bernama Muhammad Yusuf.
Keduanya meninggal karena diduga terkena tembakan oknum polisi pada saat aksi menolak penetapan UU KPK dan RKUHP di kantor DPRD Sulawesi Tenggara, Kamis (26/09/2019).
“Kami hari ini turun jalan bukan hanya demi eksistensi gerakan, di 26 September 2019, pihak aparat hukum kembali melayangkan nyawa mahasiswa. Maka kami mohon dengan hormat, tugas kepolisian adalah mengayomi, bukan mencabut nyawa mahasiswa,” teriak salah satu peserta aksi dalam orasinya.
Mereka mempertanyakan komitmen pihak kepolisian yang bertugas sebagai pengayom rakyat.
“Kenapa kalian bunuh dan memenjara sahabat kami. Kalian mengirimkan karangan bunga, nyawa mahasiswa tidak bisa ditukar dengan karangan bunga,” ujar koorlap aksi Suryadi.
Aksi damai ini tiba-tiba ricuh pada saat mahasiswa menyanyikan lagu ‘Yalal Wathan’. Diduga, kericuhan terjadi karena ada salah satu oknum kepolisian yang memukul peserta aksi.
Oknum tersebut diketahui adalah polisi muda, memakai celana hitam, baju batik putih abu-abu lusuh, berlari ke dalam kantor lapangan ujian praktek pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
Massa aksi sempat mengejar dan ingin merangsek masuk, akan tetapi amarah para pendemo berhasil diredam oleh pihak kepolisian.
Koorlap aksi Suryadi juga menahan peserta aksi dan meminta agar mundur. Suryadi kemudian meminta Kapolres Sumenep AKBP Muslimin untuk memanggil oknum kepolisian yang diduga telah memukul salah satu peserta aksi.
“Keluarkan oknum itu. Suruh dia berdiri di depan sana. Suruh dia memohon maaf kepada massa PMII. Kalau terjadi apa-apa, kami yang kan bertanggung jawab, Pak,” teriaknya.
“Bagaimana kalian bisa mengatasi kasus narkoba dan lain sebagainya, apabila hanya untuk memanggil oknum kepolisian tidak mampu,” imbuhnya mempertanyakan.
AKBP Muslimin sempat ingin memberi keterangan soal pemukulan dengan cara menerjang. Akan tetapi ditolak karena massa aksi tetap menginginkan agar oknum tersebut keluar dan memohon maaf kepada segenap peserta aksi.
Suryadi kemudian mengungkap siapa sebenarnya oknum polisi tersebut. Dirinya sangat mengenalnya karena oknum tersebut tak lain adalah teman kelasnya berinisial AR. “Kita akhiri aksi ini, Pak. Keluarkan saja, suruh dia minta maaf, dan kita damai,” pungkasnya.
Atas desakan mahasiswa, AKBP Muslimin, mewakili oknum yang terlibat, menyampaikan permintaan maaf kepada segenap peserta aksi atas kekhilafan anggotanya.
Setelah itu, kedua belah pihak sepakat menandatangani MoU bahwa tidak akan ada lagi kasus serupa, dan pihak kepolisian akan melayani peserta aksi dengan tidak anarkis.
Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri