Desain Kelurahan Kumuh Jadi Eduwisata Hidroponik – Jejak

logo

Desain Kelurahan Kumuh Jadi Eduwisata Hidroponik

Senin, 16 Desember 2019 - 21:02 WIB

5 tahun yang lalu

Tanaman Hidroponik jenis sawi ini dibudidaya kelompok masyarakat (Pokmas) di Kelurahan Bangselok, Sumenep (Foto/Mazdon)

JEJAK.CO-Perlahan-lahan, stigma negatif yang disandang Daerah Bangselok sebagai kelurahan terkumuh mulai terhapus. Salah satu kelurahan yang terletak di jantung Kota Sumekar ini sedang didesain menjadi kawasan ‘paru-paru kota’.

Dengan cara menggandeng tangan para ahli di bidangnya, berturut-turut selama dua tahun, yakni pada tahun 2018 dan 2019, Kelurahan Bangselok mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.

Tahun 2018 kemarin, Kelurahan Bangselok menyandang predikat Berseri Pratama. Tahun selanjutnya, statusnya naik menjadi kelurahan Berseri Madya.

Tidak puas sampai di situ, Lurah Bangselok M Fajar Hidayat terus melakukan inovasi demi memantapkan jargon ‘Bangselok Bertaring: Bersih, Tertata, dan Rindang’.

Tahun ini, Fajar mendapat kepercayaan dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPRKP dan Cipta Karya) Kabupaten Sumenep untuk memacu program Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kelurahannya. Program itu lalu diwujudkannya dalam bentuk kegiatan bernama Aksi Kota Hijau (AKH).

Tanaman hidroponik jenis bayam merah (Foto/Mazdon)


Hidroponik sebagai Solusi

Wujud nyata dari aksi kota hijau itu adalah dengan cara merintis budidaya tanaman hidroponik. Yaitu, sistem tanam bebas area yang menggunakan metode modern.

Menurut Fajar, budidaya hidroponik tersebut merupakan solusi untuk mewujudkan ruang terbuka hijau di Kelurahan Bangselok dimana lahan untuk budidaya tanaman di sana diakuinya sangat terbatas.

“Kita memiliki keterbatasan lahan,” ujarnya kepada Jejak.co, Jumat (13/12/2019), diwawancarai di sela-sela kesibukannya mendampingi kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) tentang budidaya hidroponik oleh Dinas PRKP dan Cipta Karya di Kantor Kelurahan Bangselok.

Ada 3 tujuan yang ingin dicapai. Yang pertama, ingin meningkatkan ekonomi masyarakat. Kedua, untuk perbaikan nutrisi, yaitu agar asupan makanan masyarakat Sumenep, khususnya masyarakat Bangselok, lebih higienis dan berkualitas. Ketiga, adalah ruang terbuka hijau. “Nah, tiga item tadi itu semua adalah untuk mengentaskan kekumuhan di kelurahan, karena Kelurahan Bangselok itu satu-satunya kelurahan kumuh di Kabupaten Sumenep,” ungkap Fajar.

Saat ini, kata Fajar, pihak Dinas PRKP dan Cipta Karya Kabupaten Sumenep menginginkan budidaya hidroponik di Kelurahan Bangselok fokus mengembangkan sayuran yang berkualitas tinggi.

Fajar mengutarakan manfaat atau keunggulan hidroponik. Antara lain, proses tanam yang tidak tergantung pada musim dan bebas pestisida, “menggunakan pupuk cair, dan pestisidanya pun kita menggunakan pestisida biologis, seperti bawang putih, dan apa lagi sejenisnya itu,” katanya.

Keunggulan lainnya, karena pertumbuhan tanaman hidroponik mudah terpantau. Tanaman yang banyak bisa dikumpulkan dalam satu lokasi, sehingga cara pantaunya lebih mudah. Hal tersebut lebih efektif daripada harus menggunakan lahan yang luas, tapi dengan titik tanam yang berpencar. “Jadi, satu instalasi itu kita bisa memiliki 130 titik tanam,” jelas dia mencontohkan.

Gandeng Kader AKH

“Tahun ini kita merintis. Kita kerjasama dengan Dinas PRKP dan Cipta Karya. Saya menyediakan lahan, warga sebagai tenaganya, dan Cipta Karya yang menyiapkan dananya. Kita kolaborasi,” papar Lurah Fajar.

Tanaman hidroponik ini akan panen raya pada 18 Desember 2019 nanti. Berikutnya, Kelurahan Bangselok ditarget menjadi sentra pengembangan produksi hidroponik. Dengan harapan adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat, khususnya masyarakat Bangselok.

“Kita menjadi eduwisata, menjadi sentra produksi. Jadi, bukan kita yang mendatangi tukang sayur, tapi tukang sayur yang datang ‘minta’ sayur ke kita. Gitu loh,” ucapnya.

Kendala di Lapangan

Setiap jalan kesuksesan terkadang memang harus membentur banyak kendala. Kendala yang dihadapi dalam budidaya hidroponik ini, kata Fajar, rata-rata yang dialami oleh pelaksana di lapangan adalah kendala yang bersifat teknis.

Lurah Fajar menyampaikan, salah satu contoh kendala teknis itu seperti pada saat ada kesalahan pengaturan nutrisi. “Jadi, kalau ada yang gagal panen, kita ganti semai baru,” katanya.

Untuk mengantisipasi masalah teknis yang mungkin terjadi tersebut, Lurah Fajar bersama pihak Dinas PRKP dan Cipta Karya mengaku telah melakukan antisipasi dengan cara menggandeng kader-kader AKH.

“Kita gandeng di situ ada pemerhati lingkungan, ada aktivis lingkungan, ada yang memang mempunyai kegiatan ini. Kita juga gandeng di situ, Hid’s Comunity namanya. Singkatan dari Hidroponik Sumenep Comunity,” bebernya.

Mengenai anggaran, Lurah Fajar mengungkapkan, per-Pokmas diberikan dana stimulan sebesar Rp 10 juta. “Nah setelah Rp 10 juta ini, kan sudah selesai dari Cipta Karya, tahun depan pada saat perkembangan mereka bagus, kita kasi dana stimulan lagi dari kelurahan,” katanya.

Tanaman sawi ini siap panen (Foto/Mazdon)


Titik Tanaman Hidroponik

Sementara ini, pengembangan tanaman hidproponik tersebar di sepuluh titik, diantaranya, terdapat di RT 1/RW 2, RT 2/RW 5, RT 7/RW 1, RT 2/RW 1, RT 1,2,3/RW 3, RT 1/RW 4, dan di RT 2/RW 4 Kelurahan Bangselok.

Total yang dibudidaya sebanyak 4.424 tanaman sayur yang terdiri dari sawi pakcoy, bayam hijau, bayam merah, selada dan kangkung.

Dalam pelaksanaannya, setiap lokasi sudah disiapkan petugas yang tergabung dalam Pokmas, atau kelompok masyarakat. “Jadi, kita membentuk Pokmas. Mereka adalah warga semuanya. Ada 5 pengurus, dengan seluruh warga sebagai anggota,” jabar Fajar.

Di masing-masing Pokmas telah dibekali dengan modul teknis hidroponik, tergantung jenisnya.

Terpisah, Kasi Pengaturan Pertanahan dan Pengendalian Bidang Penataan Ruang di lingkungan Dinas PRKP dan Cipta Karya Sumenep, Eko Roby Subekti menambahkan, dari sisi lingkungan, kelebihan tanaman hidroponik ini dikatakan sangat support untuk diaplikasikan di tempat mana saja.

Menurutnya, program ini telah sesuai dengan amanat undang-undang, bahwa pemenuhan ruang terbuka hijau publik harus dipenuhi demi meningkatkan kulaitas lingkungan.

Selain itu, jika program penghijauan ini benar-benar ditekuni oleh warga setempat, maka akan menghasilkan profit dan juga berfungsi sebagai paru-paru kota, dimana keberadaannya dapat menyerap karbon dioksida. Ke depan, sambung Eko Roby, spot-spot hidroponik ini akan diupayakan menjadi pusat wisata, sarana belajar, “bagi siswa, mahasiswa, dan seterusnya,” katanya.

“Makanya kita berusaha sekuat tenaga bersama masyarakat setempat, supaya status kumuh di Bangselok ini bisa terhapus,” imbuhnya.

Kegiatan ini tidak hanya di 2019. Dari tahun ke tahun, upaya penghijauan di Kabupaten Sumenep terus diuapayakan oleh pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep. “Tapi peran serta Kelurahan Bangselok itu kami lihat bagus, makanya kami pilih di Bangselok,” utara dia.

Kasi Eko Roby Subekti mengungkapkan, budidaya tanaman hidroponik di Kelurahan Bangselok merupakan titik mula pengembangan. Setelah Kelurahan Bangselok, budidaya ramah lingkungan ini akan dikembangkan ke daerah lain dengan jenis tanaman yang beragam, “seperti tanaman buah,” katanya.

Konsepnya pun harus lebih menarik. Masing-masing kelurahan atau desa nantinya harus memunculkan local wisdom atau karakter yang spesifik.

Melebihi Target

Ketua Hid’s Comunity, Saiful Ramadan, mengatakan, dalam pelaksanaannya, apa yang dilakukan oleh warga Bangselok telah melebihi target, “di luar ekspektasi, sebenarnya,” ujar Saiful kepada Jejak.co, Jumat (13/12/2019), juga ditemui di Kantor Kelurahan Bangselok.

Ia mengaku sebelumnya hanya memberikan sosialisasi kepada warga. Tapi, seiring dengan bergulirnya waktu, mulai dari Bimtek sampai proses pembuatan instalasi, perawatan, ternyata sambutan masyarakat luar biasa. “Banyak yang mendukung,” katanya.

Cerita dan Harapan Warga Setempat

Pantauan di lapangan, khususnya di RT 5/RW 2, sambutan warga Pokmas Mutiara sangat luar biasa. Ada sekitar 6 orang yang menemani Jejak.co. Tiga di antaranya adalah Ratna Dwi Rahayu, Sugeng, termasuk juga Ketua RT Abd Said, yang kondisi fisiknya sudah agak renta, tapi tetap terlihat sangat antusias menemani wartawan Jejak.co saat melakukan peliputan.

“Teknis awal, kita ikut pelatihan. Kita bikin instalasi dulu. Itu pun harus panas. Itu kemarin kita semainya waktu masih musim panas. Kalau cuacanya sudah kayak gini, mungkin ya agak lama,” cerita Ratna.

Lebih lanjut Ratna menuturkan, proses pindah tanam mulai dari bibit ke instalasi berjarak sekitar 2 minggu atau setengah bulan lebih.

“Kalau bayam, sekitar 2 bulan nggak nyampek, sudah panen,” katanya.

Ratna mengaku termotivasi untuk turut serta menyukseskan kegiatan AKH ini karena melihat nilai ekonomisnya. “Karena kalau dijual kan agak mahal dari yang biasanya di pasar. Karena ini kan lebih higienis, Mas. Semoga aset dari usaha ini kelak benar menjanjikan,” pungkasnya penuh harap.

Salah seorang anggota Pokmas Mutiara Hidrofarm lainnya, Sugeng, menyampaikan harapan terkait tindak lanjut dari tanaman hidroponik. “Saya berharap nanti ada pelatihan lanjutan, Mas. Seperti pemanfaatan pasca panen. Kita selama ini kan dari membangun instalasi, penyemaian benih, sampek numbuhnya,” ujar dia.

Tidak hanya itu, ia berharap juga ada diversifikasi. “Jadi, bukan hanya dijual bayamnya, tapi mungkin produk olahan dari bayam,” tukas dia mengakhiri perbincangan.

Penulis : Mazdon
Editor : Ahmad Ainol Horri


Baca Lainnya