Perempuan Cantik Versi Orang Madura – Jejak

logo

Perempuan Cantik Versi Orang Madura

Kamis, 15 Agustus 2019 - 21:51 WIB

5 tahun yang lalu

Perempuan Madura (foto/Agus Gepeng)

Jejak.co-Hingga saat ini, belum ada pengertian yang pas bagaimana sebenarnya cara membahasakan bahwa perempuan itu ‘cantik’, baik dari struktur fisik maupun perangainya. Seperti apa perempuan yang dapat dikategorikan cantik lahir dan batin?

Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan cantik dengan elok, molek (tentang wajah, muka perempuan), menarik, dan indah dalam bentuk dan buatannya. Itu saja.

Jika ditanyakan lebih lanjut, apanya yang menarik, indah seperti apa, dan elok yang bagaimana? Tidak ada deskripsi spesifik yang mengarah pada pengertian yang sempurna. Sehingga, mayoritas, bahkan para filsuf pun sepakat bahwa “cantik itu relatif”.

Tidak demikian halnya dengan orang Madura. Bagi orang Madura cantik itu sangat bisa dibahasakan, hingga pun dapat diukur. Nah, apa saja kriteria perempuan cantik menurut orang Madura? Berikut Jejak.co rangkum untuk Anda!

1. Bagian Kepala dan Wajah

Indikator pertama adalah wajah. Perempuan itu dikatakan cantik apabila wajahnya, sebagaimana diistilahkan dalam salah satu oca’ pangalem (kata-kata penyanjung):

• Robâna/mowana: ambulân pornama (wajahnya seperti bulan purnama). Selain teksturnya berbentuk bulat utuh, aura di wajahnya tampak bersinar, hangat dipandang bagai bulan purnama.

• Robâna sè konèng: raddhin konèng, losnèng ngamennyor dhi-kadhiyâ konèng buwâna monḍhu (wajahnya yang kuning dan cantik, mulus berseri-seri seperti kuning warna buah mondu)

• Robâna sè celleng seḍḍhâ’ manès (wajahnya hitam manis). Seumpama makanan, bila dipandang, seakan-akan kita sangat ingin mencicipnya, karena sajian takarannya yang pas, rapi, dan bersih.

Kesimpulannya, ada dua dominan warna kulit orang Madura. Yang pertama adalah kuning, dan yang kedua adalah hitam. Perempuan dengan warna kulit kuning maupun hitam dapat dikategorikan cantik apabila kulitnya mulus, tanpa bekas luka.

2. Mata

• Matana morka’, mella’ ta’ marè (matanya seolah membelalak, seakan tak ingin pejam). Mata perempuan yang bagus dapat dinilai dari segi bentuk dan ukurannya: matanya tidak sipit dan tidak pula bhulâk (bulat dan lebar). Bila dipandang, mata itu seolah membuat mata kita ‘tidak rela’ untuk pejam walau sejenak.

• Mata kètèran (mata burung perkutut). Mata yang bagus menurut orang Madura adalah yang seperti mata burung perkutut. Orang Melayu mambahasakannya dengan mata bola pingpong, yakni cara mata itu melihat sesuatu menunjukkan penglihatan yang sempurna.

3. Alis

• Alessa anḍâun mèmbhâ (alisnya lebat seperti daun pohon soekarno). Yakni, bulu alisnya lebat, tajam, dan terpahat rapi. Seperti daun pohon soekarno, masing-masing dari ujung batang hidung ke samping kanan dan ke kiri bentuknya semakin lancip. Dalam Bahasa Indonesia kita kenal dengan istilah ‘seperti semut beriring’. Kita bayangkan bagaimana formasi saat semut berjalan dan berbaris, seperti itulah lebat bentuk alis yang bagus.

4. Bulu mata

 • Bulu kèjhâ’na nyekkar tanjhung, maletthèt (bulu matanya lentik, seperti bunga tanjung yang telah mekar sempurna). Harum bunga ini sedap mewangi. Kalau Anda tertarik untuk mengetahuinya langsung, silakan lihat di halamam Masjid Jamik Sumenep.

Ringkasnya, bulu alis yang bagus adalah yang berdiri tegak ke depan, dan dari tengah lalu menjurai bengkok ke atas (ke arah letak bulu alis).

Dalam tradisi orang Madura, ada dua cara bagaimana agar bulu alis seorang anak bisa lentik. Hal itu bisa diupayakan sejak bayi.

Yang pertama, sehabis dimandikan, biasanya para orantua akan meniup bulu alis bayinya dari mata ke arah atas. Hal itu rutin dilakukan setiap selesai dimandikan.

Cara yang kedua, yaitu dengan rutin menggunting bulu alisnya setiap minggu atau setengah bulan sekali. Biasanya, seiring waktu beranjak, bulu alisnya akan tumbuh lentik.

5. Bibir

• Bibirrâ akadhiyâ jherruk salonè (bibirnya seperti seiris daging buah jeruk), atau seperti ‘manggis karèngngat’ (seolah bibir perempuan itu adalah seuler paling kecil dari daging buah manggis. Selain rasanya yang manis, seandainya dimakan, cukup dalam sekali telan). Hmm…

6. Pipi

• Pèpèna ngalompang, kèto’ pèpè lessong (pipinya seumpama dua belah buah kelompang. Pipi tersebut tidak kèlpong (tidak cekung, menjorok ke tulang rahang), dan tidak pula gemuk tembem (cembung). Boleh kita katakan, “pipinya montok, tapi tidak terlalu tembem”.

7. Dahi

• Ḍâina mènco’ kaḍungḍung (dahinya seperti kerucut kecut buah kedongdong). Perumpamaan ini ingin menggambarkan bahwa dahi yang bagus adalah dahi yang bentuknya kecil dari atas, makin ke bawah makin membuka lebar.

• Ḍâina ngapèthèng (dahinya seperti tubuh kepiting). Maksudnya, bentuk dahi tersebut berukuran setengah cembung, mulus, tidak ada bekas luka, kerutan, atau yang semacamnya.

8. Hidung

• Èlongnga merrèt, narcèng (hidungnya mancung dan menukik). Maksudnya, ujung hidung tersebut mancung, tidak mergàng (berlubang besar seperti orang bersila), dan tidak pula terlalu kecil. Singkatnya, ujung hidungnya menonjol sedikit dari lubang hidung.

9. Gigi

• Ghighina ambâliling, bighi temon (giginya halus-halus dan tajam seumpama biji buah mentimun). Dalam artian, antara gigi atas dan gigi bawahnya seimbang. Selain ukurannya yang sedang-sedang saja, juga berjejer putih nan rapi. Tidak ‘nyorngat’ (menjorok ke depan) dan tidak pula ‘solè’ (susunannya maju mundur).

10. Rambut

• Obu’na malè’ katopa’ (rambutnya seperti bungkus ketupat ketika dilepas satu persatu, bukan dibelah). Dalam Bahasa Indonesia kita kenal dengan istilah ikal mayang (rambutnya bagai panjang mayang/bunga kelapa, berombak).

• Obu’na nyasar bângkong, nyasar tombet. Maksudnya, rambut itu menjurai dan melengkung bagai bentuk bokong/pantat (tidak ikal dan tidak lurus). Bisa pula hitam lurus, seakan bila panjangnya dipandang, mata kita seakan tertarik sampai ke tumit (hiperbolis).

11. Uban

• Obânna nyambhel bijjhân (ubannya seperti sambal wijan). Perumpamaan ini hendak menggambarkan bagaimana rupa rambut perempuan tua cantik. Yakni, selagi uban di rambutnya hanya sedikit, putih ubannya jarang-jarang sehingga menambah kesan manis penampilannya. Dasar rambutnya hitam, menjadi menarik karena ada bintik-bintik putih uban.

12. Kulit

• Kolè’na sè konèng kadhiyâ emmas èsanglèng (èsempo), konèng monḍhu (kulitnya yang kuning seperti emas yang baru disepuh, cerah dan berkilau seperti kuning buah mondu). Mengapa warna kuning emas saja tidak cukup? Karena, bahkan emas itu disempuh pun, lama-kelamaan, ketika kena asin keringat atau bekas nyuci, kecerahan dan kilau emas tersebut pasti kan berkurang.

• Kolè’na sè celleng, manès manggis (kulitnya benar hitam, tapi sedap manis dipandang).

• Kolè’na aḍârâ (kulitnya berwarna kemerah-merahan, tampak seperti berdarah di dalamnya). Hal ini ingin mengatakan bahwa kulit yang sehat adalah kulit yang segar dan kelihatan bahwa di bawah dasar kulit tersebut ada darah yang hidup dan mengalir.

13. Tangan

• Ghârighi’na angrajhung ḍuri (jari-jemarinya runcing seperti duri rukem, makin ke ujung makin kecil, lancip)

• Lengngenna angghâḍhibâ èpenthang, mappa gheḍḍhâng (lengannya seperti busur panah yang ditarik. Atau, seperti pelepah pisang, agak lengkung (tidak lurus). Ketika tangannya ditekuk, maka tampak sedikit melengkung ke depan.

14. Leher

• Lè’èrra angghulu manjhângan, akalong-kalong tontonan (alegget). Lehernya jenjang seperti leher menjangan, kulit lehernya penuh kerutan atau guratan seolah sedang berkalung tali pusar saat bayi baru dilahirkan. Bergaris-garis, bergurat-gurat.

15. Payudara

• Sosona/bhâjemma nyengkèr ghâḍḍhing (payudaranya seperti kelapa gading muda). Persis seperti payudara yang masih perawan, akan tetapi besar, kencang, dan padat.

16. Bokong

• Bângkongnga nakèr lèmas, ambhukor nèngngep (bokongnya seperti daun pisang yang dibentuk limas, terlihat semok). Kadang juga diistilahkan seperti bokor (sejenis wadah di zaman kerajaan zaman dahulu) dalam keadaan terbalik. Kini, bokor atau cemmong tersebut biasa digunakan untuk hiasan, atau tempat uang di acara gawai/pernikahan.

Tentang nakèr lèmas, Madura punya tradisi. Yaitu, di 40 hari setelah orang meninggal, lumrah orang Madura menyiapkan nasi dengan lauk sate dan serunding, dibungkus daun pisang bentuk limas dan dihias dengan daun kelapa muda sebanyak 7 bungkus. Nasi limas tersebut lalu diletakkan di 7 pintu rumah ketika semua orang (tetangga) pada tidur, tengah malam. Diusahakan si pemilik rumah tidak boleh sampai bangun gara-gara meletakkannya.

Adapun filosofi mengapa mesti 7 bungkus dan 7 pintu, ada yang mengatakan karena langit dan bumi sendiri ada tujuh lapis. Selain itu, dari 20 sifat Allah, yang paling dominan ada tujuh sifat, yaitu: qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama’, bashar, dan kalam.

Dalam keyakinan orang Madura, sojjhin (alat tusuk) yang dijadikan sebagai tusuk sate tersebut sangat berbahaya. Setelah dimakan, tusuk sate tersebut mesti diamankan karena bisa menyebabkan tetanus, bahkan kematian. 

17. Pinggang

• Tèng-entènganna angghâghâttèng (pinggangnya seperti ‘gagatteng’, sejenis laba-laba yang biasa hinggap dan bergoyang-goyang dengan kakinya yang panjang, di tembok-tembok bangunan, di pohon, atau sebagainya. Singkatnya, pinggang yang bagus menurut orang Madura adalah pinggang yang bentuknya seperti gitar (langsing).

18. Betis

• Bettèssa ampoḍhâk nyongsang (betisnya seperti batang pandan putih yang terbalik, semakin ke bawah semakin kecil).

19. Paha

• Pokangnga ambâru loros (pahanya seperti ranting pohon waru yang terkelupas kulitnya, putih dan mulus).

20. Tumit

• Tombeddhâ nellor mano’ (seperti telur burung, kecil dan berbentuk elips, bundar lancip).

21. Kaki

• Sokona nyangkèr, bâḍâ bhârumana (seperti bentuk cangkir, bagian tengah dalam bentuknya melengkung berongga, tidak rata. Diyakini, orang dengan kaki yang rata tidak akan kuat berjalan jauh. Orang Madura menyebutnya, “lèmbher” (mudah jatuh).

22. Badan

• Bhâdhânna bu’-lembu’ kata’ (bayangkan bagaimana ketika kita disuruh untuk memegang kodok,

• Parabâ’ânna panḍâ’ ḍumè’ (parabâbâ’ân yang dimaksud di sini adalah karakter tubuh, pandâ’ dumè’ berarti ukurannya sedang, tidak pendek seperti cebol dan tidak pula terlalu tinggi, tidak lonjor).

23. Caranya berbicara

• Pacacana/oca’na lemma’ manès, paè’ maddhu (selain cara bicaranya yang lemah-lembut, ditambah lagi keadaan diri perempuan tersebut yang manis, serta jarang ngomong kalau tidak penting). Hal tersebut diumpamakan seumpama madu, dimana yang mahal adalah madu hitam, madu alas.

24. Kalau tersenyum

• Pamèsemma mèsem bâlibis (ketika tersenyum, kedua sisi mulutnya mekar seimbang, seperti paruh burung belibis). Tarikan senyumnya, antara pinggir kanan dan kiri ujung bibirnya seimbang.

25. Cara melihat

• Pangabâssâ andhâmar ka’angènan (caranya melihat seperti lampu minyak kena angin, kedap-kedip).

26. Cara berjalan

Perempuan Madura (foto/Agus Gepeng)


• Pajhâlânna nètèr kalènang (cara berjalannya seolah sedang meniti biji gamelan). Maksudnya, ketika berjalan, seakan-akan ia adalah perempuan desa dengan pakaian kebaya pada saat meniti jembatan bambu. Pasti, keadaannya seakan takut jatuh, sehingga jalannya pun pelan dan penuh kehati-hatian).

• Palèmbâyyâ meltas manjhâlin (lambaian tangannya lemah-gemulai, tidak kaku. Seolah-olah kayu rotan saat dipeltaskan, lemas dan elastis).

27. Tingkah laku

• Partèngkanna anḍhâp asor (tingkah lakunya sopan dan santun, tunduk dan tersipu ala kadarnya)

Demikianlah beberapa tanda atau indikator mengenai bagaimana dan seperti apa ukuran perempuan cantik versi orang Madura.

Selain itu, penting juga disampaikan bahwa watak dominan yang menjadi ciri khas perempuan Madura, antara lain bahwa mayoritas tipikal perempuan Madura asli adalah tipe orang pekerja keras. Sesuai dengan keadaan alamnya, tanahnya yang gersang, hawanya panas, ini berpengaruh pada watak. Di tanah yang gersang, orang yang tidak bekerja keras tidak akan berhasil.

Selanjutnya, bahwa nuansa keagamaan orang Madura sangat kental dengan dunia keislaman, dekat dengan pesantren dan ulama. Sehingga, mereka para perempuan Madura masih berpegang teguh pada ajaran agama yang diyakininya masing-masing. Salah satunya yaitu tentang perintah menjaga diri. Bahwa dalam agama, haram atau sangat dilarang hukumnya berzina; baik zina dalam arti yang sesungguhnya maupun secara maknawi, seperti zina mata, zina hidung, dan yang lain sebagainya.

Disamping itu, perempuan Madura juga terkenal dengan sikapnya yang berpendirian teguh. Tidak mau berpaling begitu saja dari prinsip dan keyakinan yang sejak mula telah dipegang sebagai landasan dalam menapaki hidup sebagai seorang perempuan Madura.(don)


Baca Lainnya