Raperda Keris di Ujung Tanduk – Jejak

logo

Raperda Keris di Ujung Tanduk
Oleh : Ahzam Habas

Senin, 7 Agustus 2023 - 00:05 WIB

1 tahun yang lalu

Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda Keris saat ini sedang berada di ujung tanduk. Hal ini terjadi karena setelah sekian lama draf raperda tak kunjung rampung. Kini, para inisiatornya sedang bingung.

Kebingungan untuk menentukan substansi dari Raperda Keris tak akan terjadi jika pihak terkait mampu dan mau melakukan pemetaan terhadap isu-isu sentral dalam perkerisan, antara lain saya contohkan sebagai berikut :

Pertama, apa saja kewajiban pemerintah untuk memberdayakan para empu dan perajin;

Kedua, apa saja kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan bahan baku pembuatan keris;

Ketiga, apa saja kewajiban pemerintah untuk meningkatkan minat generasi saat ini terhadap seni pembuatan keris;

Keempat, apa saja kewajiban pemerintah untuk menjaga Desa Aeng Tongtong sebagai desa keris;

Kelima, apa saja kewajijan pemerintah untuk mempromosikan karya para empu dan perajin;

Keenam, apa saja hak dan kewajiban para empu dan perajin.

Isu-isu sentral tersebut merupakan pokok-pokok pikiran yang penting dijelaskan kepada publik dari sejak tahap awal pengusulan Raperda Keris. Sehingga publik tidak akan terjebak terlalu dalam pada narasi-narasi sempit, seperti isu keuntungan finansial besar dari transaksi keris di pasaran, baik diantara sesama penghobi dan para kolektor.

Narasi sempit tersebut lebih jauh akan mendelegitimasi kesakralan Raperda Keris, karena misalnya setelah tersusun sekadar menjadi ‘kitab’ panduan jual beli keris, akibat konsiderans utamanya lebih fokus pada sisi komersilnya tanpa mengakomodir pertimbangan lain yang lebih mendasar.

Publik pada akhirnya juga akan mempertanyakan urgensi dari Raperda Keris jika memang demikian. Sebab selama ini tanpa raperda pun transaksi keris tetap berlangsung. Para empu di Desa Aeng Tongtong tetap bisa berkarya sehingga dapur mereka bisa ngepul sepanjang tahun.

Namun, karena Sumenep terlanjur menahbiskan diri sebagai Kota Keris yang kemudian dijustifikasi oleh UNESCO sebagai sentra penghasil keris terbanyak di dunia, sehingga keberadaan Raperda Keris menjadi penting. Salah satunya sebagai strategi formulasi kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep untuk menjaga kelestarian keris.

Memang betul jika ada yang menyatakan Raperda Keris tak ada rujukannya. Tapi apa iya, membuat raperda itu mutlak harus ada rujukannya. Walaupun dalam hemat saya rujukan itu tidak penting, jika pada akhirnya hanya dipakai untuk melakukan copy paste. Sekadar tambal sulam disana-sini tanpa keseriusan untuk bekerja ekstra menggali substansi persoalan seperti saya paparkan diawal tulisan.

Jadi sungguh tidak elok jika pernyataan tak ada rujukan itu terus dilempar ke publik. Sebab, bisa saja ditafsir sebagai apologi agar masyarakat memaklumi molornya penyusunan draf Raperda Keris. Bahkan, apologi tersebut akan memicu meluasnya spekulasi di masyarakat bahwa pihak terkait memang tidak siap sejak awal.

Oleh karena itu, segera temukan jawaban atas isu-isu sentral di atas. Sudah semestinya pihak terkait turun ke Desa Aeng Tongtong bertemu dengan para empu dan perajin. Tanyakan apa kebutuhan mereka. Lakukan inventarisasi dan segera libatkan para pakar untuk menentukan muatan materi yang tepat dari Raperda Keris.


Baca Lainnya