Kualitas APBD Ditentukan Kinerja Wakil Rakyat – Jejak

logo

Kualitas APBD Ditentukan Kinerja Wakil Rakyat

Senin, 26 Oktober 2020 - 15:09 WIB

4 tahun yang lalu

DPRD Sumenep saat paripurna KUA-PPAS APBD 2021 beberapa waktu lalu (Foto: Humas DPRD Sumenep/Ibnu)

Jejak.co – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumenep tahun 2021 sudah mulai. Eksekutif bersama legislatif telah membahas KUA-PPAS sejak beberapa waktu lalu.

RAPBD Sumenep 2021 diharapkan dilakukan dengan serius sehingga APBD yang dihasilkan efisien dan berpihak kepada rakyat.

Pembahasan RAPBD yang serius akan menentukan pembangunan di tahun depan. Dalam konteks ini, posisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep sangat penting mengingat di antara tugas wakil rakyat adalah penganggaran.

Pengamat sekaligus akademisi Ahmad Faidi Haris mengutarakan, pembahasan RAPBD itu akan menentukan pembangunan di daerah. Idealnya, kualitas APBD dapat dilihat dialokasi anggaran untuk belanja pegawai dan kerakyatan. Keduanya harus imbang.

“Kalau mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, salah satu fungsi APBD ada fungsi alokasi dan distribusi. Fungsi alokasi harus sesuai, jangan sampai ada pemborosan sumber daya. Harus ada pemerataan alokasi,” terang dosen Tata Negara IAIN Madura itu.

Menurutnya, distribusi APBD juga harus adil. Antara belanja pegawai dan kerakyatan tidak berat sebelah. Belanja pegawai dan anggaran untuk pemerataan pembangunan seperti distribusi untuk anggaran pengembangan pembangunan sumber masyarakat seimbang.

Semua itu tentu tidak mudah dilakukan. Ada banyak faktor yang memengaruhi pembahasan RAPBD tidak berkualitas. Salah satunya anggota parlemen yang memiliki fungsi panganggaran. Oleh karena itu, DPRD dalam pembahasan RAPBD harus mencerminkan prinsip amanah undang-undang dalam prosea pembahasan. Karena kinerja wakil rakyat sangat memengaruhi kualitas APBD.

“Posisi mereka (DPRD) sangat penting. Kualitas penganggaran tergantung kapasitas mereka. Ya mohon maaf, kalau misalnya mereka kurang paham atau condong lebih mementingkan hak-hak pribadinya bisa jadi kualitas APBD tidak seperti yang diharapkan rakyat,” ujar pria yang akrab disapa Paidi ini.

Selain itu, yang memengarui kualitas APBD juga karena adanya transaksi politik. Dugaan praktik seperti itu tidak bisa dinafikan.

“Terkadang evaluasi kurang berfungsi sehingga kegiatan yang tidak efektif tetap dilaksanakan kembali pada tahun berikutnya,” imbuhnya.

Yang tidak bisa dinafikan dalam pembahasan RAPBD juga intervensi partai politik (parpol) terkadang juga dalam konteks penyusunan anggaran sering kali terjadi. Padahal menurut Paidy sangat tidak tepat, kecuali mereka melanggar kode etik, parpol boleh menegur agar kadernya menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya.

Hanya saja dalam praktiknya parpol selalu ikut campur. Di Indonesia peran parpol cukup dominan sehingga seolah-olah ada kader yang disetir parpol. Di pusat hingga daerah menurut pengamatannya sering kali terjadi intervensi parpol. “Penyebabnya karena oligargi,” ulasnya.

Agar pembahasan RAPBD sesuai dengan harapan, maka dibutuhkan pengawasan dari masyarakat (waskat).
Dalam ilmu pemerintah pasca reformasi, waskat memang memiliki peran yang sangat signifikan.

“Pasca reformasi, waskat cukup urgen. Ini kadang yang kita (masyarakat) abai bahwa telah terjadi penggelembungan penganggaran untuk hal hal yang seharusnya sampai ke masyarakat tapi tidak sampai.

Peran media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga sangat memiliki peranan penting mengawasi penyususnan APBD.

Penulis : Ahmad Ainol Horri


Baca Lainnya