JEJAK.CO-Ada yang menarik dari Pameran Keris Nusantara 2019 yang digelar selama tiga hari, yakni sejak Jumat kemarin (20/9) hingga Minggu (22/9/2019) oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) di area depan Museum Keraton Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Daya tarik itu dinyatakan oleh Jugil Adiningrat saat hadir pada acara Pameran Keris. Pria yang juga dipanggil Yogi ini merupakan perwakilan Pengurus Serikat Pelestari Tosan Aji (Senapati) Nusantara yang membawahi paguyuban-paguyuban pecinta keris se-Nusantara, katanya.
Yogi menilai bahwa keris itu hasil karya para empu dengan kompleksitas pengetahuan. Entitas proses penciptaan dan fungsinya, keris dapat dikategorikan sebagai salah satu contoh produk canggih zaman dulu dimana sampai saat ini, benda bertuah tersebut masih diyakini mengandung kekuatan magis di luar nalar (supranatural).
Selain dipercaya mengandung energi, keris pada masa kerajaan digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mengatur pemerintahan. Yogi mencontohkan Raja Majapahit saat menyerang Kerajaan Siam pada sekitar abad 13 Masehi dimana saat itu belum ada handphone atau alat telekomunukasi lainnya untuk berkomunikasi dengan pasukannya.
keris ketika itu digunakan sebagai alat untuk mengontrol, memberi komando, atau menentukan aba-aba terkait siasat yang harus dipilih pada saat Gajah Mada memerintahkan penyerbuan ke Kerajaan Siam yang saat ini dikenal dengan nama Thailand itu.
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ketika Gajah Mada menginstruksikan pasukan-pasukannya untuk menyerang Thailand. Sentral demokrasi ketika itu kan terus jalan, meskipun di suasana apa pun. Terus, alat apa yang dipakai oleh mereka untuk mengkondisikan di lapangan. Kalau sekarang kan pakai satelit,” paparnya takjub.
Bersandar pada argumentasi kekuatan metafisik yang dikandung dalam sebilah pusaka (keris), Yogik lalu menakwilkan bahwa kerislah salah satu alat itu. “Keris ini kan teknologi,” ujarnya.
“Keris itu kompleks, Mas.Kalau kita bicara modern, ya keris itu modern. Keris itu teknologi. Kalau di masa lalu, bahan pamornya itu kan meteor. Meteor itu kan benda yang dari atas jatuh ke bawah (bumi),” imbuhnya saat ditemui oleh Jejak.co, Jumat (20/9/2019).
“Dan meteor itu jatuh kan nggak bisa dipesan,” sambung salah seorang anggota DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath, memantik diskusi lebih mendalam.
Kecanggihan dan tosan aji yang terkandung dalam sebilah keris peninggalan leluhur, dalam hemat Yogik, keberadaanya belum tertandingi oleh penemuan dan perakitan teknologi apa pun saat ini. Bahkan sampai hadirnya era revolusi 4.0 dimana seiring perkembangan demi perkembangannya, betapa akses kecepatan di dalamnya melesat sampai semenakjubkan ini.
“Bagaimana tidak mau memaknainya sebagai teknologi, orang-orang sekarang untuk menyatukan meteor sama besi, empu sekarang nggak bisa. Jadi, teknologi yang maju saat ini belum ada yang menyamai,” imbuhnya.
Gamblang dipaparkan tentang peninggalan seni tempa atau seni lebur di zaman Majapahit merupakan yang termahal di dunia. Padahal, teknologi seni lebur itu sekarang kan dipegang sama India sama Jerman, “ndak mampu orang India sama Jerman untuk menyamai kualitas teknologi lebur Mojopahit, Mas,” katanya.
Dengan demikian, menunjukkan bahwa Majapahit lebih pinter dari orang saat ini. Dijabarkan bahwa Majapahit itu tidak terlepas dengan Sumenep. Menurut penjelasannya, kekuatan yang disuplai untuk mempersiapkan Kerajaan Majapahit ketika itu tidak hanya berupa kuda perang dan tentara atau prajurit. Ada sejarah yang mengatakan, sekitar 1500 tokoh empu Sumenep disuplai ke Mojopahit.
Empu merupakan salah satu kekuatan yang sangat strategis di zamannya. Karena empu ketika itu bukan hanya difungsikan sebagai pandai besi, melainkan juga sebagai tokoh politik dan spiritualis kerajaan.
Kembali pada persoalan keistimewaan yang ada pada sebilah keris. Dijabarkan dalam versi manuskrip masa lalu, bahwa dalam pembuatan sebilah keris saja, bisa jadi belum selesai dalam satu tahun. Kadang belum tentu juga selesai dalam 10 tahun, tapi bisa jadi pula selesai dalam dua bulan.
“Nah, kenapa,” tutur Yogik menguatkan argumen, “kita sebenarnya punya ilmu yang keren. Ilmu astronomi Jawa itu canggih, Mas. Jam sekian tidak bagus untuk ini, jam sekian bagus, harus pakai apa, dan sebagainya tentang ilmu primbon itu. Lain masih bagaimana cara menyatukan kohesi antara besi dan zat batu meteor yang saya ceritakan tadi,” katanya seperti tidak percaya. “Jadi, menciptakan pusaka itu sampai segitunya,” imbuhnya.
Lain halnya jika dibandingkan dengan pembuatan jimat yang biasa dilakukan oleh kiai, dukun, dan ahli lainnya di bidang itu. Yogik memaknai empu itu lebih luas dari kapasitas ahli pembuat jimat.
Diilustrasikan, pembuatan jimat hanya membutuhkan kertas, alat tulis, dan doa-doa tertentu dengan jalan tirakat. Tidak hanya sebatas itu, penciptaan keris pada masa lalu, kapasitas keilmuan para empu dituntut harus mumpuni, baik dari segi keilmuan mengenai seluk-beluk zat besi, astronomi, estetika, fisika, kimia, dan disiplin ilmu lain yang berkaitan.
Penulis : mazdon