Dalam buku kajian sejarah mengenai kerajaan Islam nusantara yang berjudul ‘Atlas Walisongo’, penulisnya Agus Sunyoto menjabarkan kronologi serta usia masing-masing kerajaan Islam tertua di tanah Jawa.
Di dalamnya diterangkan secara gamblang mengenai penyimpangan pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah, yang sampai saat ini, tetap ditanamkan pemahaman bahwa kerajaan tertua di Pulau Jawa adalah Kerajaan Demak.
Doktrin buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia menyebutkan bahwa Raden Patah adalah Raja Demak Pertama. Tidak hanya itu, lanjut Sunyoto, anak-anak kita juga didoktrin bahwa Raden Patah adalah anak durhaka yang telah melakukan penyerangan besar-besaran terhadap kerajaan ayah kandungnya, Majapahit. Dalam buku pelajaran sekolah kita, dijelaskan bahwa penyerangan tersebut didukung oleh Wali Songo karena ditengarai bahwa Majapahit bukan pemeluk Islam.
Menanggapi hal tersebut, Agus Sunyoto memaparkan cukup detail bahwa kerajaan Islam tertua di Jawa bukanlah Demak, melainkan Kerajaan Lumajang. Kemenyimpangan sejarah tersebut adalah rekayasa dan kepentingan misi kolonial Belanda. Demak, lanjut Sunyoto, bahkan berada di urutan tertua kelima setelah Lumajang, Surabaya, Tuban, Giri, baru kemudian Demak.
Fakta mengenai urutan kerajaan Islam paling tua di tanah Jawa tersebut dijelaskan secara kronologis, detail, dan disandarkan pada beberapa bukti artefak dan ideofak hasil lacakan Tome Pires, orang Portugis yang datang ke Jawa pada 1513 M. Kemudian juga diperkuat dengan bukti hasil penelusuran seorang Italia bernama Antonio Pigafetta yang datang ke Jawa pada 1522 M. Selain itu, demi menopang argumentasinya, Agus Sunyoto juga menjadikan data arkeologi plus historiografi hasil penelusuran H. J. de Graft, dan Th. G. Th Pigeaud sebagai evidensi/bukti tandingan. (lihat: Atlas Walisongo, Agus Sunyoto, hlm. 120-123)
Dalam kesaksian Tome Pires, Pemimpin Kerajaan Demak pertama bukanlah Pate Rodin Sr atau Raden Patah melainkan Pate Roden Jr (Sultan Trenggana). Karena, saat kedatangannya ke tanah Jawa, Raden Patah dinyatakan sudah wafat dan Kerajaan Majapahit, yang kabarnya telah runtuh oleh serangan Raden Patah, ternyata masih tegak berdiri di pedalaman Dayeuh dengan jumlah pasukan bersenapan sebanyak 100.000 orang prajurit. (hlm. 122)
Tidak hanya itu, Agus Sunyoto juga meragukan nama Raja Majapahit–dimana di buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah Indonesia disebutkan bernama Brawijaya. Padahal, dalam catatan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental, terang Sunyoto, disebutkan dengan nama Vigaya (lisan orang Indonesia bisa menyebutnya, Wijaya), bukan Brawijaya?