Jejak.co – Politik santri selalu mengedepankan nilai religius dan nasionalisme. Itulah yang selalu menjadi prinsip Juhari, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep.
Pria asal Desa Grujugan Kecamatan Gapura, Sumenep, Madura, Jawa Timur ini lama mengabdi di pesantren.
Sejak tamat di SDN Grujugan 1, ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Salafiyah Safiiyyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur.
Selain memperdalam ilmu agama, disana Juhari juga masuk sekolah formal tingkat SMP dan dilanjutkan ke Semia Ibrahimy Sukorejo Situbondo. Berikut ia melanjutkan studinya di Institut Agama Islam Ibrahimy, Fakultas Syariah Jurusan Muamalat Jinayat.
Bapak satu anak ini tidak langsung pulang kampung setelah menyelesaikan kuliahnya. Ia terus memperdalam ilmu agama sekaligus mengabdi kepada kiai dan pesantren tempat ia menimba ilmu.
Setelah lama mengabdi, ia mulai tertarik dunia politik. Sejak 2004, Juhari bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Situbondo.
Dua tahun berikutnya ia pulang kampung dan bergabung dengan PPP Sumenep sejak 2006. Semenjak itulah, pengalaman dirinya tentang ilmu politik benar-benar diasah.
Baginya politik adalah harakah perjuangan dengan mengedepankan etika dan nilai keislaman dan keindonesiaan. Menjadi pengurus partai harus serius dan berkomitmen.
Sehingga tahun 2009 ia bertekad maju sebagai calon legislatif Kabupaten Sumenep. Tujuannya, ingin mengabdi melalu parlemen.
Berkat kesungguhannya, akhirnya Juhari ditakdirkan masuk parlemen sebagai anggota DPRD Sumenep periode 2009-2014, setelah ada pergantian antar waktu (PAW).
Pemilu berikutnya, 2014 ia kembali mencalonkan diri dari daerah pemilihan (dapil 5) yang meliputi Kecamatan Gapura, Batuputih, Batang-batang dan Dungkek. Sama seperti pemilu 2009.
Alhasil, Juhari kembali terpilih sebagai anggota DPRD periode 2014-2019 dari fraksi PPP.
Yang menjadi semangat Juhari mengabdi di dunia politik adalah dauh gurunya, Kiai Ahmad Fawaid As’ad Syamsul Arifin.
Semasa hidupnya, Kiai Fawaid kata Juhari berpesan, jika masuk politik jangan tanggung-tanggung. Harus serius dan nyalon sebagai wakil rakyat.
“Ketika itu Muscab PPP Sumenep tahun 2006. Karena saya masuk wakil bendara, pesan beliau harus serius berjuang di PPP. Jangan tanggung-tanggung,” tutur Juhari.
Lebih lanjut, pesan Kiai Fawaid tidak melarang santri berpolitik tetapi jangan sampai jadi budak politik. “Kalau sudah masuk partai harus nyaleg,” imbuh Juhari sambil mengenang ulama karismatik itu.
Pada dasarnya, kata Juhari, santri harus berpolitik dengan tujuan distribusi kader dari pesantren untuk bisa mewarnai pembangunan di negeri tercinta ini, khususnya di Sumenep.(yon)